Akan terbuka prospek ekonomi karbon, disamping hasil hutan berupa kayu yang selama ini semua kalangan hanya terfokus ke situ.
PELUANG baru terbentang sudah, suara gergaji dan alat berat di rimba raya mungkin akan segera berkurang.
Mulai saat ini kelestarian hutan menjadi yang terpenting, sejalan dengan makin derasnya isu perubahan iklim. Bersamaan dengan isu tersebut, Nilai Ekonomi Karbon (NEK) makin diupayakan untuk diraih banyak pihak.
Begitu juga di kalangan penyelenggara pembangunan kehutanan. Angin segar terkait cerahnya bisnis karbon tersebut terasa kencang di tengah sejuknya angin di Ranca Upas – Ciwidey, Bandung, belum lama ini.
Adalah Dr. Risno Murti Candra, Kasubdit Evaluasi Kinerja Usaha, Direktorat Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, yang menyampaikan kabar cerah tersebut saat menjadi pemateri pada hari pertama Pelatihan Penghitungan Karbon (Workshop Carbon Accounting/ WCA) di lokasi obyek wisata, tepatnya di kawasan hutan Perhutani tersebut.
Lebih jauh Risno mengatakan; “Akan terbuka prospek ekonomi karbon, disamping hasil hutan berupa kayu yang selama ini sepertinya kita hanya terfokus ke situ.”
Mengapa demikian? Diakui Risno, karena pihak yang terlibat dengan kehutanan selama ini kurang mengetahui tentang hal (peluang) tersebut (perdagangan karbon –red).
Untuk itulah, Dia memberikan semangat kepada semua peserta pelatihan penghitungan karbon agar memanfaatkan kesempatan pelatihan ini dengan serius. “Ini sangat penting bagi aparatur di lingkup pembangunan kehutanan,” tuturnya.
***Riz***