Landasan hukum pajak karbon telah ditetapkan, sementara aturan-aturan turunannya sedang disusun.
CUKUP banyak hal baru yang dimunculkan dan menjadi pengetahuan berharga bagi peserta pelatihan carbon accounting kali ini. Diantaranya soal pajak karbon seperti yang disampaikan oleh Dr. Meti Ekayani, Shut, MscTrop, IPM, dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University.
Dalam paparannya di hari pertama, dengan judul “Pajak Karbon dan Pembangunan Berkelanjutan” Meti kembali mengingatkan bahwa Indonesia termasuk rentan terhadap dampak perubahan iklim. Beberapa dampak yang bisa dirasakan misalnya kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan hingga lautan dan sebagainya.
Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan dana yang tidak sedikit dalam upaya antisipasi (mitigasi dan adaptasi) dalam menghadapi perubahan iklim tersebut. Diantaranya ialah pemberlakuan pajak karbon.
“Pajak karbon itu sendiri merupakan salah-satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK),” jelas Meti.
Dikatakannya, dalam sistem pajak, pencemar seolah diberi kebebasan membuang limbah, tetapi mereka dikenai sanksi membayar pajak untuk setiap unit emisi yang ditimbulkannya. “Pencemar harus membayar,” tukasnya.
***Riz***