Oleh : Asmaliyah*) dan Edwin Martin**)
Selain lezat dan berkhasiat bagi kesehatan, honje hutan atau N. atropurpurea memiliki potensi besar sebagai insektisida nabati yang efektif.
INSEKTISIDA sintetis seringkali menjadi pilihan utama. Namun, penggunaannya yang berlebihan dan berkelanjutan telah menimbulkan kerugian signifikan, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Diperlukan pencarian alternatif pengendalian yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan.
Solusi Ramah Lingkungan
Salah satu solusi menarik adalah pemanfaatan insektisida nabati, yaitu insektisida yang berasal dari tumbuhan. Ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga meninggalkan sedikit residu berbahaya.
Jenis insektisida ini memiliki sifat selektif dan relatif terjangkau. Secara efektif, insektisida nabati dapat berperan sebagai penolak serangga, penghambat nafsu makan, pengatur pertumbuhan, pembatas peletakan telur, bahkan penyebab kematian (Ahmad et al., 2019).
Indonesia, dengan keanekaragaman hayati yang kaya, menawarkan berbagai tumbuhan potensial untuk dikembangkan sebagai insektisida nabati. Salah satu contoh menjanjikan adalah Nicolaia atropurpurea atau Etlingera hemisphaerica.
N. atropurpurea, yang termasuk dalam keluarga Zingiberaceae, memiliki sejumlah nama umum di berbagai wilayah di Indonesia, seperti honje hutan, puar kilat (Jambi), puar (Lahat), ketimbang sekala suloh (Lampung), honje laka/honje beureum (Sunda), sikala (Bengkulu), sekala (Sulawesi Timur), dan sambuang (Sumbar).
Di Malaysia, tanaman ini dikenal sebagai bunga kantan liar. Meskipun awalnya berasal dari Jawa, kini N. atropurpurea tersebar luas di Thailand, Malaysia, Indonesia, dan New Guinea.
N. atropurpurea adalah tanaman herba tahunan atau terna yang dapat mencapai ketinggian 4 hingga 6 meter, dengan batang yang tidak membentuk rumpun yang padat, dan berdiameter sekitar 3 cm hingga setebal lengan. Daunnya memiliki kilauan merah di bagian bawah dan hijau di bagian atas, sementara buahnya berwarna hijau dan bunga berwarna merah.
Bunga ini tumbuh di ujung batang, muncul dari dalam tanah, serupa dengan tunas baru (anakan). Tanaman honje hutan ini biasanya ditemukan di wilayah ketinggian antara 700 hingga 900 meter di atas permukaan laut, terutama di lereng hutan yang terkena sinar matahari secara langsung.
Banyak Manfaat
Selain potensinya sebagai insektisida nabati, N. atropurpurea juga memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Masyarakat umumnya menggunakan berbagai bagian tanaman honje hutan ini sebagai bahan makanan, obat-obatan, dan bumbu masakan.
Di Sumatera Selatan, rimpang dan batang N. atropurpurea dimanfaatkan untuk mengobati ambeien dan masalah kesehatan saat menstruasi. Di Jambi, bunga tanaman ini digunakan untuk mengobati ambeien.
Masyarakat Riau menggunakan daun honje hutan sebagai obat cacing. Di Bogor, tunas daun, kuncup bunga, buah, dan batang honje hutan menjadi bahan dasar masakan, dan buahnya dijadikan manisan.
Batang tanaman ini digunakan sebagai wewangian untuk mandi bayi dan jenazah, serta sebagai obat penurun panas, penghilang bekas campak, penyembuh asma, dan obat sakit gigi. Kuncup bunga honje hutan digunakan sebagai parem untuk ibu hamil guna memperlancar persalinan.
Campuran kuncup bunga dan batang tanaman ini yang direbus atau dikukus digunakan sebagai obat pencuci darah, mengatasi bisul, meratakan kulit, meningkatkan nafsu makan, dan membantu penurunan berat badan.
Selain digunakan untuk kebutuhan pribadi, tradisi masyarakat lokal juga memanfaatkan honje hutan untuk melindungi tanaman dari serangan hama. Di beberapa daerah di Indonesia, batang honje hutan digunakan untuk melindungi tanaman padi dari serangan hama wereng.
Cara kerjanya melibatkan pemotongan atau iris-iris kecil batang tanaman ini, lalu direndam dalam air selama semalam, disaring, dan kemudian digunakan untuk menyemprotkan tanaman yang diserang hama. Di beberapa daerah lain, daun honje hutan dibakar untuk mengusir hama wereng dari tanaman padi.
Atau ada juga yang menggunakan ekstrak daun untuk melawan hama, dengan cara meremas daun, merendamnya dalam air selama 24 jam, lalu menyaringnya sebelum digunakan sebagai semprotan pada tanaman yang terinfeksi hama.
Di Bogor, batang honje hutan digunakan sebagai racun untuk menangkap kepiting, dengan cara menghancurkan batang tersebut dan meletakkannya di sarang kepiting. Analisis kimia menunjukkan bahwa daun, bunga, dan buah honje hutan mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai insektisida nabati.
Senyawa seperti flavonoid, saponin, alkaloid, steroid/triterpenoid, tanin, dan fenolik mampu mengganggu sistem serangga.
Contohnya, flavonoid dapat mengurangi nafsu makan serangga dan menyebabkan kematian. Saponin bisa mengganggu pergantian kulit serangga, menghambat pencernaan, dan penyerapan makanan, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan ulat.
Alkaloid dan steroid/triterpenoid dapat menyebabkan kematian ulat, sementara fenolik dapat mengurangi nafsu makan serangga dan memiliki aroma yang menarik bagi serangga. Tanin, pada gilirannya, dapat menghambat pencernaan serangga.
Kandungan kimia daun, bunga dan buah N. atropurpurea
Jenis tanaman | Bagian tanaman | Flavonoid | Saponin | Steroid/ triterpernoid | Tanin | Alkaloid | Fenolik |
N. atropurpurea | Daun | + | + | + | + | + | + |
Bunga | + | + | + | + | + | + | |
Buah | + | + | + | + | – | – |
Insektisida Nabati Multifungsi
Hasil uji ilmiah juga membuktikan, efektivitas ekstrak daun N. atropurpurea dalam membunuh ulat Spodoptera litura. Ekstrak ini juga bisa menghambat pertumbuhan ulat dan hama pada tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) seperti Margaronia hilalaris dan Daphnis hypothous.
Selain itu, ekstrak bunga dan buah N. atropurpurea telah terbukti mampu membunuh nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor penyakit demam berdarah, bahkan lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak buah dari jenis honje lainnya, Nicolaia elatior.
Temuan ini menunjukkan bahwa honje hutan atau N. atropurpurea memiliki potensi besar sebagai insektisida nabati yang efektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam dan pengembangan untuk memahami lebih jauh potensinya dan memanfaatkannya secara luas dalam upaya mengendalikan hama pada tanaman dan mengatasi populasi nyamuk penyebab penyakit demam berdara.
*)Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan; **)Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Masyarakat dan Budaya