Oleh : Rismita Sari*)
JIKA Anda pernah ke Singapura, mungkin pernah melihat tanaman ini diantara sekian banyak pohon di taman kota ataupun pinggir jalan. Pohon ini memiliki bentuk seperti kerucut yang ramping dan tidak memiliki cabang yang melebar seperti pohon peneduh pada umumnya. Namun, pohon ini indah dan susunan daunnya kompak sehingga cabangnya tidak terlihat di balik kerimbunan daun-daunnya.
Sebagai kota yang berada di dalam kawasan yang tergolong kecil, Pemerintah Singapura sudah menetapkan tekadnya untuk membangun sebuah kota dalam taman. Tekad ini sudah dicanangkan sejak Lee Kuan Yew menjadi Perdana Menteri Singapura pada tahun 1967.
Negara Singapura yang hanya seluas 1/7 Pulau Bali berupaya untuk memberikan kenyamanan dan fasilitas berkelas dunia bagi rakyatnya. Untuk itu salah satu langkah pertama yang diambil oleh Lee Kuan Yew adalah menanam pohon di Singapura saat memulai pembangunan kota di dalam taman.
Keindahan kota menjadi salah satu faktor kenyamanan bagi rakyat Singapura di samping pembangunan infrasruktur yang berkualitas prima dan international class sebagaimana janji Lee kuan Yew pada rakyat Singapura.
Dari berbagai pohon yang ditanam di seluruh Singapura, G. cymosa (L.) Turner & Stevens adalah salah satu di antaranya. Pohon ini sepintas berbentuk tegak hampir lurus dan kokoh. Di Indonesia pohon ini belum terlalu banyak ditanam di rumah, di kantor atau area publik. Di Kebun Raya Bogor (Gambar 2) dan Kebun Raya Purwodadi (Jawa Timur) pohon ini ditanam sebagai tanaman koleksi.
Manggis-manggisan
Berdasarkan data di Plants of the World Online (POWO) G. cymosa tersebar di seluruh Papua, baik Papua New Guinea (PNG) maupun Papua Barat yang berada di wilayah Indonesia. Selain itu juga ditemukan di Kepulauan Bismarck dan Solomon.
Pohon ini memiliki tinggi sekitar 15-25 m dengan bentuk ke arah atas mengerucut. Ciri khas tumbuhan ini adalah memiliki bunga yang hanya memiliki tiga petal atau mahkota bunga. Meski bunganya berwarna abu-abu kecoklatan, namun buahnya berwarna merah cerah.
Sebagaimana Garcinia pada umumnya, pohon ini berumah dua, yaitu pohon jantan dan betina. Keduanya merupakan individu yang terpisah. Pohon jantan akan menghasilkan bunga jantan, sedangkan pohon betina akan menghasilkan bunga betina yang akan menjadi buah.
Secara Taksonomi, G. cymosa adalah anggota suku Clusiaceae atau manggis-manggisan. Dari seluruh anggota suku Clusiaceae, hanya G.cymosa yang memiliki tiga mahkota bunga serta tiga kelopak bunga (Gambar 2).
Sebelumnya G.cymosa bernama Tripetalum cymosum K.Schum. Tidak ada jenis lain dari marga Tripetalum sejak pertama kali dipublikasikan pada tahun 1723.
Tripetalum diperkenalkan pertama kali di dunia Botani oleh K. Schuman dalam sebuah buku yang ditulis oleh K. Schuman dan M. Holrung berjudul Die Flora von Kaiser Wilhelms Land yang diterbitkan pada tahun 1889.
Kaiser Wilhelms Land adalah wilayah di bagian utara PNG yang pada masa itu adalah wilayah kolonial Jerman. Wilayah ini menjadi bagian dari kolonial Jerman dari tahun1871 hingga tahun 1888. Saat itu wilayah ini sudah berada di bawah wilayah territorial negara PNG. Pada tahun 1976 Ian Turner dan Peter Stevens mentransfer T. cymosum ke marga Garcinia dan mengubah namanya menjadi Garcinia cymosa.
Cocok Untuk Taman
Pohon ini sangat cocok sebagai pohon tepi jalan maupun untuk di halaman rumah karena cabangnya tidak panjang. Mirip seperti pohon glodokan tiang atau Polyalthia glauca (Hassk.) F.Muell. yang banyak digunakan sebagai pohon tepi jalan di kota besar di Indonesia seperti di Jakarta.
Daunnya berukuran 6.8-21.7×3.3-8.8 cm berwarna hijau tua mengkilap di bagian permukaan atas membuatnya terlihat seperti daun plastik. Akar G. cymosa juga tidak ekspansif seperti akar pohon flamboyan (Delonix regia (Boj. ex Hook.) Raf.).
Akar tumbuhan yang ekspansif dapat tumbuh membesar hingga mampu merusak konstruksi bangunan seperti kaki lima yang dibuat dari semen, dinding bangunan bahkan jalan yang terbuat dari aspal. Kondisi ini dapat mengganggu pejalan kaki atau pengguna jalan raya. Hal ini tidak terjadi pada G. cymosa.
Oleh karena itu G. cymosa cocok untuk ditanam sebagai pohon hias di tepi jalan raya karena akarnya tidak akan merusak jalan aspal atau kaki lima tempat orang berjalan kaki. Hanya saja, pohon ini tidak menaungi seperti halnya pohon dengan cabang yang melebar.
Keindahan pohon G. cymosa terletak pada susunan daun-daunnya dengan percabangan yang kompak. Bunga G. cymosa berwarna abu-abu sedangkan buahnya berwarna merah cerah.
Buah G. cymosa tidak dapat dimakan atau unedible. Buahnya kecil lebih kurang seukuran buah melinjo. Buahnya yang berwarna merah sangat kontras dengan warna bunganya yang abu-abu tua. Buahnya biasanya hanya mengandung satu buah biji saja.
Di tempat asalnya di PNG bagian utara, pohon ini tersebar cukup luas dan ditanam di banyak tempat sebagai penghias taman atau halaman. Di sana G. cymosa disebut ”candle tree” atau pohon lilin.
Tidak ada informasi resmi mengapa pohon ini disebut candle tree. Kemungkinan karena bentuknya yang mirip pohon natal, sehingga disebut pohon lilin, mengacu pada lilin yang dipasang pada pohon cemara dan dinyalakan pada waktu perayaan hari Natal. Seperti di kota Madang, pohon ini banyak ditanam di kampus Divine University. Di kampus ini pohon candle tree sangat indah menjulang tinggi seperti pilar.
Bentuknya kokoh, dengan daun berwarna hijau tua seperti pada Gambar 1. Pohon candle tree yang ditanam di sepanjang pagar kampus memberikan kesan asri dan indah. Di dalam halaman kampus tumbuhan ini menjadi bagian dari taman dan tumbuh cukup tinggi hampir menyamai pohon palem.
Ada dua varian G. cymosa, yaitu G. cymosa dan G. cymosa forma pendula. Beda antara keduanya ada pada bentuk cabangnya. Bentuk cabang G. cymosa f. pendula membentuk agak melengkung atau pendulous dalam bahasa Latin. Percabangan yang melengkung ke bawah ini membentuk susunan daun yang masif sehingga seluruh pohon terlihat tertutup daun.
Di majalah yang diterbitkan oleh Singapore Botanic Garden, Gardenwise, pada tahun 2000 volume 15 disebutkan; ada empat “pilar” untuk lanskap tropis. Pilar yang dimaksud di sini adalah pohon-pohon yang tinggi dan memiliki bentuk seperti tiang besar atau pilar. Keempat pohon tersebut adalah Gnetum gnemon L. atau melinjo, Polyalthia longifolia (Sonn.) Thwaites atau glodogan tiang, G. cymosa dan Carallia brachiata (Lour.) Merr. atau menzai. Pohon glodogan tiang mengacu pada Polyalthia glauca dan P. longifolia.
Di Indonesia pohon ini belum banyak ditanam sebagai tanaman hias karena mungkin belum banyak yang mengenalnya. Ada beberapa tempat yang menanamnya selain di Kebun Raya Bogor atau Purwodadi, yaitu di kantor Dana Pensiun Perkebunan di Tanjung Morawa, Sumatra Utara.
Untuk kantor, hotel, atau rumah pribadi yang berhalaman luas pohon ini cocok sebagai pohon penghias halaman karena pohon ini tumbuh tinggi seperti pilar. Akan sangat indah jika ditanam di sepanjang jalan utama atau di pintu gerbang, seakan-akan menyambut tamu yang datang.** (Dari berbagai sumber)
*) Ir. Rismita Sari, M.Sc. lahir di Binjai, 12 April 1968. Dia adalah Periset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dengan spesialisasi Kajian taksonomi dan sistematika keluarga manggis-manggisan.
No comment