Di Tiongkok dan Jepang, Tembakul menjadi santapan, dan juga digunakan sebagai obat tradisional, terutama untuk meningkatkan vitalitas lelaki. Potensi lainnya adalah sebagai filter feeder.
DI BAWAH jembatan bambu yang menjadi jalur tracking wisata mangrove Cilebar, Karawang – Jawa Barat, lumpur pantai begitu tebal. Air laut keruh. Namun, di ketika pasang turun, di sela sapuan gelombang kecil, GI melihat begitu banyak ikan kecil bergerak lincah di lumpur basah.
Tampilannya seperti gabus kecil. Mungkinkah itu gabus laut..?
Ternyata tidak. Dan inilah salah-satu biota laut yang bisa ditemui di kawasan mangrove.
Dalam Wikipedia atau sejumlah situs berita lain, biota pantai mangrove tersebut dikenal sebagai ikan gelodok atau tembakul. Itu nama yang umum digunakan disamping berbagai nama lain di masing-masing daerah.
Bukan Amfibi
Oleh Wikipedia disebutkan, ‘tembakul’ atau ‘gelodok’ adalah ikan amfibi. Mereka termasuk ke dalam famili Oxudercidae dan subfamili Oxudercinae. Dikatakan bahwa ada 32 spesies tembakul.
Ikan-ikan ini dikenal karena penampilannya yang tidak biasa dan kemampuannya dalam bertahan dengan baik di dalam air maupun di darat. Belum banyak nilai terkuak dari ikan ini. Padahal sebenarnya ikan ini termasuk yang paling tahan terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Tembakul dapat tetap hidup dalam kondisi hutan mangrove yang “memprihatinkan” sekalipun.
Di Tiongkok dan Jepang, Tembakul menjadi santapan, dan juga digunakan sebagai obat tradisional, terutama untuk meningkatkan vitalitas lelaki. Potensi lainnya adalah sebagai filter feeder. Sebuah sumber menyebutkan, ikan ini mengandung 7,91 % protein, 0,46 % lemak, 3,82 % abu dan 72,80 % air.
Kalau Wikipedia menyebutnya sebagai amfibi, tak heran jika sebagian orang (terutama kalangan Muslim) ragu akan kehalalan ikan ini.
Namun beberapa sumber lain menyatakan; Ikan tembakul halal dimakan. Alasannya, ikan ini bukan hewan dua alam, tapi bisa hidup lama di darat atau payau, selama air di insangnya tidak kering.
***Riz***