ICMI Kritik dan Beri Masukan Buat RPJPN

ICMI memiliki komitmen untuk berkontribusi dalam pemikiran pembangunan. Dalam Penyusunan RPJPN 2025-2045, ICMI mengusulkan prinsip-prinsip perencanaan pembangunan.

KEDAULATAN, keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Begitulah prinsip-prinsip pembangunan yang disarankan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Di bidang pembangunan lingkungan hidup, ICMI memberikan beberapa masukan bagi RPJPN. Masukan ICMI untuk aspek lingkungan ini dikoordinir oleh Dr. Zulhamsyah Imran, Direktur SEAMEO BIOTROP.

Khusus di bidang lingkungan hidup, ICMI merefleksikan memang telah ada keberhasilan pembangunan, namun perlu juga ditampilkan masalah  dan kecenderungan penurunan kualitas lingkungan hidup di tanah air. “Perlu disebutkan pada bagian “isu dan tantangan faktor utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan kontribusi dari faktor alam dan antropogenik.” Demikian seperti tertulis dalam sebuah makalah yang dikirimkan ke Redaksi GI belum lama ini.

Argumentasinya, bahwa dalam dua dekade terakhir terdapat peningkatan kecenderungan kerusakan lingkungan yang berakibat terjadinya bencana banjir, longsor, kebakaran hutan, dan penurunan kualitas lingkungan di wilayah pesisir. Terdapat juga kecenderungan peningkatan eksploitasi SDA tidak pulih, seperti batu bara, emas, nikel, dimana hal ini mulai bergeser ke wilayah pesisir.

Kepada pemerintah ICMI pun mengusulkan, bahwa terkait draf pembangunan jangka panjuang (RPJPN) tersebut, perlu disajikan data (grafik atau tabel) adanya hubungan antara peningkatan ekonomi (pembangunan) dan pengelolaan lingkungan hidup. Disamping itu diperlukan adanya statement untuk menekankan, bahwa pengelolaan lingkungan tetap menjadi tanggungjawab negara.

“Diperlukan juga contoh adanya sinergitas pembangunan ekonomi dan ekologi,” ungkap sumber di ICMI.

ICMI menilai selama ini konsep ekonomi seolah-olah masih berdiri sendiri dan tidak saling terkait dengan ekologi dan sosial (pembangunan berkelanjutan).

Kritik Megatrend

Perlu arahan dan strategi untuk permasalahan perubahan iklim, dimunculkan trend lingkungan hidup (LH) di megatrend, arahan kebijakan eksploitasi SDA dibatasi, dan menggeser pengelolaan SDA ke arah jasa lingkungan. Perlu memasukkan konsep berkeadilan, misi harus meletakkan pondasi dasar terhadap Pembangunan LH, dan penggunaan indikator ekonomi hijau.

ICMI melihat, bahwa dalam Megatrend tidak menyebutkan trend perubahan iklim & faktor penyebab, pengelolaan kawasan konservasi darat dan  laut. Skema pertumbuhan ekonomi bertumpu pada ekstraksi SDA dan angka potensi SDA tidak muncul di RPJPN.

Perlu memasukkan konsep berkeadilan pada Visi Indonesia Emas 2045, berkeadilan dalam hal sosial, ekonomi, dan ekologi. Misi harus meletakkan pondasi dasar terhadap pembangunan lingkungan hidup untuk menjamin pelestarian lingkungan hidup untuk generasi yang akan datang.

Visi negara berfokus pada Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan (seimbang dalam hal sosial, ekonomi, dan lingkungan), namun tidak tersurat konsep berkeadilan. Pencapaian Visi dan Misi RPJPN 2025-2045 harus dapat diukur secara kuantitatif dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga dapat menyatakan bahwa 2045 Indonesia, khususnya untuk Visi (berkelanjutan) dalam perspektif LH dapat dicapai.

Menurut ICMI, pembangunan nasional harus mulai menggeser paradigma dari green economy ke Blue Economy. Perlunya arahan untuk menuju zero waste, bukan hanya circular economy.

ICMI pun mengoreksi buku RPJPN terkait visi pada hal 61. Disitu terlihat, bahwa dalam 20 tahun ke depan tidak ada arahan pencapaian Indonesia Emas 20245 yang diwujudkan dengan kondisi terbaik dalam aspek lingkungan, hanya ada sosial, ekonomi, politik, dan pemerintahan. Pada Misi transformasi ekonomi belum ada arahan soal penerapan ekonomi biru.

Untuk itu, perlu penambahan pengelolaan kelautan, ketahanan sosial dan ekologi untuk menjadi satu kesatuan agar tidak tergerus praktek tradisional, dan perlu memprioritaskan pemberdayaan SD lokal.

Disamping itu, program prioritas pemerintah dan program 20 tahun kedepan dari program sebelumnya tidak disinggung dalam RPJPN, ancaman satwa langka meningkat, dan keterlibatan masyarakat berkurang.

Transformasi Ekologi

ICMI pun mengusulkan beberapa Tahapan Transformasi Ekologi kepada pemerintah.

Ada empat tahap transformasi tersebut menurut ICMI. Diantaranya; tahap 1: Memperkuat komitmen pembangunan berbasis ekosistem dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA berkelanjutan.

Tahap 2; Akselerasi restorasi dan rehabilitasi ekosistem untuk mempertahankan fungsi dan jasa ekosistem menuju zero waste dan zero emission.

Tahap 3: Memperkuat dan memperkokoh pengelolaan kawasan konservasi utk menunjang kehidupan kehati secara lestari, dan tahap 4: Mensinergikan pengelolaan ekosistem untuk meningkatkan kontribusi ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Ditambahkan pula bahwa transfer ekologi harus ada jalan dan bounding dengan masyarakat dan hutan setelah masuknya gas melon ke rumah tangga. Perlu ada kebijakan yang berkaitan dengan bounding culture ekologi.

Selain itu perlu dirumuskan arahan strategis sinergitas pembangunan dengan basis kualitas lingkungan, arahan strategic direction evaluasi pencapaian SDGs 2030, dan persiapan sasaran baru target pembangunan berkelanjutan hingga 2045. Sementara ICMI melihat tidak adanya kawasan strategis nasional, ancaman lingkungan akibat pemekaran di Papua, dan tidak ada strategy direction pencapaian SDGs hingga 2030.

Ekosistem dan Karbon

Yang tak kalah penting lagi, dalam merefleksi RPJPN, ICMI mengusulkan pentingnya upaya mempertahankan dan memperbaiki ekosistem wilayah pesisir untuk meningkatkan fungsi dan layanan regulasi dalam serapan karbon.

ICMI pun mengusulkan kepada pemerintah Indonesia perlunya upaya mempertahankan fungsi ekosistem hutan dan wilayah pesisir untuk keberadaan kehati, serta meningkatkan pengelolaan kawasan dan ekosistem khusus dan khas untuk menopang fungsi dan jasa budaya ekosistem tersebut.

Kelompok cendekiawan muslim itu juga mengusulkan adanya upaya untuk meningkatkan kepatuhan implementasi prinsip pembangunan berkelanjutan berbasis ekosistem dalam dokumen kebijakan, ŕencana, program dan proyek, serta integrasi pengelolaan wilayah berbasis ekosistem dan transboundary (DAS, wilayah pesisir, migrasi biota, akumulasi dan sebaran dampak dan resiko).

***Riz***

Redaksi Green Indonesia