Pengelolaan Pesisir Tidak Bisa Dilakukan Secara Parsial

Oleh: Prof. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.*)

PENGELOLAAN sumberdaya pesisir tidak dapat dilakukan secara terkotak-kotak berdasarkan kepentingan sendiri-sendiri dan obyek masing-masing tanpa mempertimbangkan sistem sumberdaya pesisir secara keseluruhan. Hal ini disebabkan sistem sumberdaya pesisir merupakan suatu kesatuan sistem ekologi darat dan laut beserta komponen yang ada di dalamnya, sehingga mau tidak mau pendekatan pengelolaan sumberdaya dan kawasan pesisir adalah terpadu.

Hal tersebut sudah penulis sampaikan pada acara Focus Group Discussion (FGD) Implementasi Undang -undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Terkait Pengelolaan Wilayah Pesisir yang diinisiasi oleh Kantor Staf Presiden dan Ditjen Bangda, Kementerian Dalam Negeri pada hari Senin 13 Juni 2021 di Hotel Park Regis, Jakarta.

Perlu adanya upaya untuk memperkuat koordinasi dan kewenangan pengelolaan wilayah pesisir baik secara vertikal antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun secara horizontal lintas sektor. Hal ini dikarenakan semua aktifitas di daerah pesisir maupun daerah yang mempengaruhi pesisir dapat memberikan dampak terhadap kualitas lingkungan dan sumberdaya pesisir.

Pembagian kewenangan pengelolaan laut di atas 12 mil oleh pemerintah pusat, dan laut di bawah 12 mil oleh pemerintah provinsi. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota tidak memiiliki kewenangan mengelola laut, seperti yang diatur oleh UU no. 23 tahun 2014. Pembagian kewenangan secara spasial dari tiga otoritas pemerintah yang berbeda menjadi penyebab ketidakoptimalan pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu. Kebijakan kewenangan berimplikasi kepada sistem anggaran, implentasi program dan pengawasan yang tidak mudah dipadukan dan disinkronkan.

Ini  adalah suatu kebijakan yang perlu disikapi dengan baik. Kewenangan yang dimaksud dapat dipahami sebagai kewenangan adminsitratif, namun kewenangan substantif hendaknya dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, sehingga komponen manajemen di tiga lembaga pemerintah yang berbeda level itu dapat terintegrasi dengan baik dalam mengelola sistem sumberdaya pesisir. Tentunya ada beberapa penyesuaian administrasi yang perlu dilakukan agar dapat mengatasi kekosongan kewenangan diantara tiga instansi pemerintah tersebut dalam mengelola seluruh komponen srcra utuh.

Ada enam komponen pengelolaan sumberdaya pesisir yang perlu dikelola secara terpadu. Yaitu; sumberdaya alam, spasial atau ruang, sumberdaya manusia, kebijakan dan peraturan perundang-undangan, anggaran, dan pendapatan/penghasilan. Tidak semua komponen terdapat atau porsi yang sama di setiap kewenangan lembaga pemerintah, tetapi bila dijalankan ke dalam sistem pengelolaan pesisir terpadu seyogyanya harus ada koordinasi yang menyambungkan semua kewenangan itu baik secara substansi maupun administrasi. Dengan demikian keenam komponen pengelolaan tersebut secara terpadu dan lintas sektoral dapat dikelola melalui kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah sehingga semua komponen dalam sisitem pengelolaan sumberdaya pesisir dapat berjalan dengan baik dan maksimal.

Dengan demikian, tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang disebabkan salah satu lembaga pemerintah tersebut tidak memiliki akses atau kewenangan dalam pengelolaan, karena sistem pengelolaan pesisir sudah terbentuk secara terpadu secara vertikal maupun horizontal pada komponen sumberdaya alam, ruang, sumberdaya manusia, kebijakan, anggaran dan pendapatan.

Insight yang penulis berikan pada acara FGD tersebut dilengkapi pula oleh usulan-usulan dari para Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi yang hadir pada acara itu, dengan harapan kelemahan pada sistem pengelolaan sumberdaya pesisir yang diatur pada UU no 23 tahun 2014 dapat dicari solusinya dan dapat diterapkan pada semua lembaga dan semua sektor.

Pada acara FGD tersebut,  Dr. Alan Koropitan Tenaga Ahli Utama Bidang Maritim, Kantor Staf Presiden yang sekaligus sebagai moderator pada sesi FGD, berjanji akan menindaklanjuti hasil pertemuan FGD ini. Semoga ada perubahan yang lebih baik pada sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Indonesia.

*) Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University (FPIK IPB)

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *