Lahan gambut penting bagi kesejahteraan manusia. Maka diperlukan upaya penanganan yang tepat dalam pengelolaannya.
LAHAN gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati. Untuk mengelolanya perlu tahapan-tahapan agar tidak salah dan memberikan hasil yang baik. Hal tersebut dibahas dalam sebuah webinar hari ini (Kamis, 19/12).
Webinar yang digelar oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu, sedianya dibuka oleh Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Asep Hidayat. P.hd, namun entah mengapa, sesi dialihkan ke Dr. I Wayan S Dharmawan, Peneliti Ahli Utama BRIN, Ketua Kelompok Riset Pengelolaan Gambut.
Unik dan Rapuh
“Untuk memahami lahan rawa, kita memerlukan kajian,” kata Prof. Dr. Budi Mulyanto, Guru Besar Fakultas Pertanian dan Kepala Pusat Riset IPB University. Dijelaskannya, bahwa lahan gambut merupakan ekosistem yang unik dan rapuh. Di Indonesia terdapat sekitar 20 juta ha (50% dari gambut tropik dunia).
Budi pun menambahkan, bahwa lahan gambut penting bagi kesejahteraan manusia (ikan, hasil hutan non kayu, carbon sink, biodiversity, serta merupakan penahan banjir, dan pemasok air.
Dia berpendapat, penyebab kerusakan gambut selama ini adalah penebangan kayu, konversi penggunaan lahan yang tidak terencana baik, serta kebakaran.
Menurutnya lahan rawa sangat mendukung kehidupan masyarakat Nusantara yang menghasilkan puncak peradaban yang wujudnya dapat kita saksikan hingga saat ini.”Sejak zaman kolonial, lahan rawa telah menjadi salah satu sumber alternatif penting untuk pengembangan pertanian,” tegas Budi.
Lebih dijelaskannya, terjadinya degradasi daya dukung lahan rawa atau bahkan bencana pada lahan gambut, karena pengelolaan lahan gambut dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai atau tanpa pengetahuan yang cukup tentang lahan gambut tropis.
“Untuk itu perlu dilakukan rehabilitasi vegetasi adaptif,” tegasnya.
Sementara Hengki Siahaan, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, berpendapat bahwa pengembangan model vegetasi adaptif merupakan pendekatan strategis yang tepat dalam konteks adaptasi terhadap perubahan iklim.
“Model vegetasi adaptif lingkungan tidak hanya memberikan manfaat biofisik seperti biodiversitas, pertumbuhan tanaman, kesehatan tanah, muka air tanah, dan iklim mikro, tetapi juga memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat lokal,” tutur Hengki.
Ekploitasi Merusak
“Banyak eksploitasi hutan gambut yang merusak ekosistem gambut itu sendiri,” tegas Dr. Dadan Mulyana, Direktur Bhakti Icon Agri yang juga menjadi pembicara dalam webinar tersebut.
Menurutnya, munculnya tumbuhan seperti pakis dan resam pada lahan gambut, menunjukkan bahwa gambut tersebut telah terdegradasi. Untuk itu, Dadan menjelaskan beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies untuk restorasi gambut.
“Pilihlah spesies lokal yang telah beradaptasi, dan perhatikan jenis apa saja yang tumbuh relatif cepat. Gambut membutuhkan cahaya dan rendah kebutuhan nutrisi (tahan terhadap keasaman gambut),” ungkap Dadan.
Ditambahkannya, spesies itu harus mudah untuk diperbanyak dan dibudidayakan. Dan yang tak kalah penting lagi ialah biaya yang rendah untuk penanaman dan perawatan.
**Alya/ Riz***
No comment