Banyak petani mengaku heran, mengapa berita di media massa (TV) selalu meributkan soal kenaikan harga sembako. Padahal itu kan kesempatan bagi petani untuk meraih keuntungan dan sekaligus menombok kerugian yang pernah dialami sebelumnya.

MESKI tak persis seperti judul artikel ini, namun begitulah gambaran ramainya ungkapan petani akhir-akhir ini. Harga beras naik, demikian pula harga beragam komoditas pertanian lainnya.

Cabai keriting dan rawit, aneka sayuran, hingga daging dan telor ayam. “Alhamdulillah… lumayanlah,” ucap Nur (45), seorang ibu petani di Puncak Dua – Bogor. Lebih membahagiakan lagi, sejak beberapa hari terakhir harga jahe muda  mencapai 10 ribu rupiah per kilogramnya. “Bisa dibayangkan berapa harga jehe tua saat  panen tahun ini,” tuturnya.

Seperti diketahui, musim panen jahe tahun ini akan  terjadi pada Agustus hingga November tahun ini. Menariknya, posisi harga jahe muda bisa menggambarkan tingginya harga jahe tua beberapa bulan mendatang. “Tahun lalu harga jahe muda Rp 4.000,- hingga Rp 5,000,- per kilogram di Pasar Cipanas. Lalu  jahe tua saat panen beberapa bulan kemudian berkisar Rp 10.000,- sampai Rp 18.000,- per kilonya. Nah sekarang jahe muda Rp 10.000…,” ungkap petani tersebut.

Seperti petani lainnya di Puncak Dua, Nur mengaku heran, mengapa berita di media massa (TV) selalu meributkan soal kenaikan harga sembako. “Padahal itu kan kesempatan bagi petani untuk meraih keuntungan dan sekaligus menombok kerugian yang pernah dialami sebelumnya,” tukas Nur.

“Dikit-dikit resah…., padahal sebentar lagi juga turun harga. Namanya fluktuasi herga pasar. Naik dan turun. Lalu kalau petani rugi apa konsumen senang..?” sergah beberapa petani Puncak Dua dalam obrolan warung kopi.

Singkat kata, seperti pengamatan GI dalam beberapa hari terakhir di kawasan Punak Dua – Bogor, petani menyambut gembira atas naiknya harga berbagai hasil panen, mulai dari beras, sayuran, hingga telur ayam dan jahe. “Syukur alhamdulillah bang…,” tutur Nurhayati saat ditemui GI di Kampung Arca kemarin.

***Riz***