Dr. I Wayan S Dharmawan: Tanpa ada peran pihak validator dan verifikator, maka prospek Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini, tidak bisa diraih.
VALIDASI dan verifikasi adalah suatu kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka memperoleh Sertifikat Penurunan Emisi Indonesia (SPEI). Hal itu dikatakan oleh Dr. I Wayan Susi Dharmawan, pada kesempatan materi pertama kegiatan Pelatihan Validator dan Verifikator GRK, yang diselenggarakan oleh IPB University bersama PT. Cedar Karyatama Lestarindo dan GREEN Indonesia, hari ini (Kamis, 16/11) di Bogor.
Kegiatan pelatihan ini merupakan sebuah hal yang penting. Mengapa tidak? Tanpa ada peran pihak validator dan verifikator, maka prospek Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini, hanyalah sebatas wacana.
Lebih jauh, peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menjelaskan, bahwa SPEI itulah yang menjadi dasar dalam pemberian pembayaran dan insentif kinerja penurunan emisi.
“Proses validasi dan verifikasi dalam skema SPEI mengacu pada SNI ISO 14064-3 versi terkini. Secara khusus, validasi dan verifikasi dalam Skema SPEI mengacu pada Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022 dan Pedoman Validasi dan Verifikasi Penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca untuk Skema SPEI,” jelas Dr. I Wayan S. Dharmawan.
Ditambahkannya, ada tata cara dan proses validasi dan verifikasi yang belum diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022 dan/atau Pedoman Validasi dan Verifikasi namun telah diatur dalam ISO 14065 dan atau SNI ISO 14064-3 atau aturan pelaksanaannya maka aturan-aturan tersebut berlaku. “Di sinilah pentingnya pelatihan ini,” tambahnya.
Lengkap dan Akurat
Menurut Wayan, kegiatan validasi adalah untuk menentukan apakah Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang diusulkan memenuhi ketentuan Skema SPEI dan metodologi yang digunakan. Selanjutnya menilai dan menguji kewajaran dan kelengkapan dari asumsi, estimasi, dan pendekatan yang dimuat dalam DRAM yang diusulkan oleh peserta Skema SPEI.
Kepada puluhan peserta pelatihan, Peneliti BRIN itu menjelaskan, bahwa data yang digunakan dalam LCAM dan Lembar Pemantauan harus lengkap, akurat dan kredibel. Disamping itu tidak terjadi penerbitan ganda atas sertifikat pengurangan emisi (double issuance).
Yang tak kalah penting diperhatikan lagi ialah; tidak ada perubahan atau penyimpangan pengoperasian aksi mitigasi yang signifikan dibandingkan dengan DRAM yang tervalidasi. Sehingga dapat menggugurkan kelayakan metodologi yang diterapkan.
Pilihan Metodologi FRL
“FRL menggunakan data tutupan lahan historis untuk baseline,” ungkap Dr. Wayan S. Dharmawan.
Dijelaskannya bahwa ada empat opsi yang dipertimbangkan untuk menetapkan FRL Nasional Indonesia dengan menggunakan data historis tutupan lahan. Diantaranya: (a) Metode Historis Emisi, (b) Metode Penyesuaian Historis (Historical Adjusted Method), (c) Metode Non-Parametrik Prediksi ke Depan, dan (d) Metode Parametrik Prediksi ke Depan.
Menurutnya, setiap pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan, dan pilihan yang diambil harus berdasarkan pertimbangan yang komprehensif.
Indonesia dengan pendekatan pedoman IPCC, menggunakan opsi pertama (Historical Emission Method) dalam hal penentuan metode dan ketersediaan data yang sesuai dengan kebutuhan. Opsi lainnya ialah Metode Non-Parametrik Prediksi ke Depan. Ini akan menjadi target ideal untuk perbaikan, ketika semua data spasial dan kerangka waktu kebijakan terkait tersedia.
Dengan data dan informasi spasial yang ada saat ini, Metode Emisi Historis merupakan model empiris yang ideal untuk FREL Indonesia saat ini.
***Riz***