Puncak II Bogor: Cerita Pilu Petani Hortensia

Tahun ini ‘puasa panen’ komoditas hortikultura andalan Puncak II (hortensia) berlangsung selama dua bulan (Sya’ban – Ramadhan). Petani hanya bisa melongo, pasrah pada kenyataan.

MUNGKIN pembaca pernah melintas di jalur Puncak II Bogor. Di penghujung kabupaten itu hingga desa pertama Kabupaten Cianjur (Desa Batulawang – Cipanas) terlihat spot-spot hamparan bunga hortensia. Warnanya bervariasi, dari kuning kehijauan – putih dan biru.

Saat Ramadhan hingga pasca Idul Fitri, bunga-bunga itu begitu banyaknya. Bukan mensyukuri karena produksi tinggi, tapi malah petaka rutin setiap tahun bagi petani. Bunga potong penghias dekorasi itu umumnya tidak dipanen alias dibiarkan membusuk di kebun.

Secara teori budidaya, hal itu merusak perkembangan tanaman. Karena menimbulkan penyakit dan menghalangi pertumbuhan tunas baru. Namun apalah daya, untuk memangkasnya, petani justru mengeluarkan biaya, di saat pasar tidak menerimanya.

Tahun ini ‘puasa panen’ komoditas hortikultura andalan Puncak II tersebut berlangsung selama dua bulan (Sya’ban – Ramadhan). Petani hanya bisa melongo, pasrah pada kenyataan.

Perlu Pembiayaan

Konon, produk bunga potong dari dua desa (Sukawangi dan Batulawang) tersebut adalah yang terbaik se Indonesia. “Bunga dari sini tidak gampang rontok dan lebih kuat bertahan lama dibanding yang berasal dari daerah lain,” ucap Mang Openg, salah-seorang pengepul di Puncak II. Beberapa bandar yang sudah lama bermain di pasar bunga pun mengakui hal itu.

Hanya saja, sayangnya, selama ini tidak ada pembinaan dari pemerintah, khususnya Dinas Pertanian di dua kabupaten sentra produksi hortensia itu (Bogor dan Cianjur). Padahal, seharusnya petani hortensia butuh wadah (kelembagaan), penyuluhan hingga pengetahuan dan posisi tawar di pasar.

Yang tak kalah pentingnya lagi adalah soal pembiayaan. Mengingat pentingnya komoditas yang satu ini sebagai penopang ekonomi masyarakat desa, maka tidak salah jika di sentra hortensia Puncak II perlu adanya lembaga permodalan. Entah itu Bank Perkreditan, KUD atau penyaluran KUR Tani melalui Gapoktan dan sebagainya.

Seperti diketahui, dari segi kredit pembiayaan, bunga hortensia jauh lebih layak dibanding sayuran. “Kalau bunga umurnya kan panjang, sekali tanam bisa dipanen setiap minggu selama bertahun-tahun, asal dirawat dengan benar,” ungkap Deni, petani bunga di Sukawangi.

“Nah, di saat-saat seperti ini, kami butuh pinjaman modal untuk perawatannya,” tegasnya kepada GI jelang Idul Fitri lalu.

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *