Potensi Manglid yang Terlupakan

Oleh: Dharmawati Djam’an*) dan Nina Mindawati**)

Meski belum masuk dalam IUCN, jenis tumbuhan ini sebenarnya sudah langka. Untuk itu usaha pembibitannya memilik prospek yang cerah. Manglid, selain berkayu bagus juga memiliki beberapa manfaat lain.

MANGLID (Manglieta glauca BIume.) masuk kedalam famili Magnoliaceae. Ada banyak nama tumbuhan ini. Diantaranya Baros, Manglid (Sunda); Baros, cempaka bulus (Jawa); Cempaka, Kepelan (Bali); Jatuh (Karo); Madang limpaung, dan Sitibai (Minangkabau).

Manglid merupakan komoditas andalan hutan rakyat di Indonesia, khususnya di Jawa, Sumatera, Bali, Lombok dan Sulawesi.

Pohon manglid termasuk kelompok kurang dikenal, kayunya dijadikan bahan baku pembuatan jembatan, perkakas rumah dan barang-barang hiasan (Rimpala 2002). Di Bali digunakan untuk bahan baku kerajinan, di jawa barat dijadikan Dalam program rehabilitasi lahan kritis dan refortasi sedangkan di Vietnam digunakan Dalam program agroforestry (Diniyanti, 2005).

Pohon manglid dapat mencapai tinggi maksimum 40 m dengan garis tengah 150 cm.

Langka

Dari hasil laporan Ekspedisi Manglid – Rimpala Institut Pertanian Bogor tahun 2002, di kawasan Gunung Salak, diketahui bahwa dari 3 desa yaitu Kawah Ratu, Ciapus, dan Cidahu, dengan ketinggia > 900 dpl, hanya ditemukan tingkat pohon 40 batang, 97 tingkat tiang, 35 tingkat pancang, 22 tingkat semai, dan 70 tunggak bekas tebang atau tumbang.

Dari data tersebut dapat dirasakan kehawatiran kelangkaan yang teramat sangat karena jumlah pohon dan jumlah tiang Manglid yang relatif sedikit. Kerapatan tingkat permudaan (semai dan pancang) pun tidak terlalu besar, serta adanya tunggak-tunggak bekas penebangan yang relatif banyak.

Meskipun demikian,  manglid belum masuk ke dalam IUCN (The International Union for Conservation of Nature) ataupun CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).

Pengamanan/konservasi jenis (Manglietia glauca Blume.) ini secara ex situ sudah dilaksanakan di Kebun Raya “Eka Karya” Bedugul, Bali, uji provenan di Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah (Pudjiono dkk, 2021) dan Desa Dompyong, kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur  (Pudjiono, dkk 2019).

Banyak Manfaat

Ciri khas dari kayu manglid ini mengkilat, strukturnya padat, halus, ringan dan kuat. Kayu manglid  digolongkan dalam kelas III, dan keawetanya kelas II. Kayu manglid tergolong ringan, dengan berat jenis (b.j.) 0,41. Dengan demikian kayu ini  mudah dikerjakan dan dapat dijadikan bahan baku pembuatan jembatan, perkakas rumah, dan barang-barang.

Di Bali digunakan sebagai kayu alternatif untuk pembuatan kerajinan ukiran.  Pengeringan kayu dibutuhkan 4 bulan dengan cara kering angin dengan ketebalan papan 40 mm dan mencapai 320–580 kg/m³ dengan kadar air 15%.

Manfaat lain dari tanaman ini yaitu ekstrak daun manglid dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis oleh fraksi kloroform pada konsentrasi 2,5 persen. Sedangkan, dengan fraksi kloroform konsentrasi 1,5 persen, jamur Alternaria solani (jamur pada tomat ) dan Sclerotium oryzae (jamur pada padi ) tidak tumbuh sama sekali.

Prospek Pembibitan

Dengan banyaknya manfaat dari tanaman manglid, maka usaha pembibitan memiliki prospek yang sangat besar untuk diusahakan.

Di Kabupaten Tasikmalaya – Provinsi Jawa Barat yang masyarakatnya sudah banyak melakukan usaha pembibitan manglid. Di Priangan Timur diantaranya Tasikmalaya dan Ciamis, masyarakat sudah melakukan usahatani pembibitan manglid (Manglietia sp.) di kelompok Tani. Dengan  luas lahan  1 hektar, dapat menghasilkan produksi 419.754 batang. Luasan 1,2 hektar, produksi mencapai 503.400 batang .

Tanaman manglid di Hutan Rakyat pada umumnya ditujukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sebagai tabungan jangka panjang sekaligus sebagai konservasi pada lahan-lahan miring.

Benih manglid bersifat semirekalsitran, sehingga harus segera disemaikan dan tidak dapat disimpan lama (2 minggu dalam kantong platik di ruang AC). Masalah lain yang dihadapi dalam pembibitan adalah karena kulit buah dan seludang bijinya berwarna merah berstruktur liat, sehingga sulit regenerasi secara alami dan dalam berkecambah memerlukan waktu yang agak lama.

Salah satu srategi dalam penyediaan bibit manglid. Agar perkecambahan benih manglid tinggi, maka perlu pre-treatmen untuk proses extraksi buahnya sebelum disemaikan.

Meng-extraksi buah manglid dapat dilakukan melalui penjemuran buah (cone) dari jam 8.00 – jam 11.00 selama beberapa hari (sampai kulit buah merekah) yang disimpan di atas tampah ( ± 5 hari). Kemudian biji yang berseludang perlu diperam dalam kantong plastik (± 2 hari) yang kedap untuk memudahkan pengelupasannya.

Dengan metode di atas maka daya berkecambah benih manglid dapat mencapai sekitar 55-70%. Produktivitas manglid dengan masa penebangan 35 tahun dapat menghasilkan 12.1 m³/ ha.

*)Periset di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan, **)Periset di Pusat  Riset Ekologi dan Etnobiologi. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Redaksi Green Indonesia