Muhammad Ridwan: ‘Tier 3’ Melalui Metode Tepat dan Akurat

Kepada puluhan peserta pelatihan Direktur Eksekutif PT. CKL menjelaskan berbagai teknik untuk mendapatkan akurasi penghitungan karbon dan tingkat kepercayaan tertinggi.

HUTAN primer dan skunder merupakan penyimpan karbon (C) terbesar. Demikian diungkapkan oleh Direktur Eksekutif PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL), Muhammad Ridwan. Hal tersebut disampaikan pada kegiatan Pelatihan Pajak Karbon dan Perhitungan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Bogor kemarin (Rabu, 30/11).

Muhammad Ridwan

Pelatihan yag digelar PT. CKL bersama Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB University itu dikuti oleh lebih kurang 40 peserta dari berbagai daerah dan profesi, mulai dari  dosen, mahasiswa, manajer pertambangan, HPH, HTI dan sebagainya dari sejumlah daerah. Dalam presentasi di salah-satu ruangan Kampus IPB Baranangsiang tersebut, Ridwan menyajikan teknik pendugaan biomassa dan karbon hutan.

Mengapa karbon (C) pada lahan hutan perlu dihitung?

Dikatakan, tujuannya adalah untuk mendapatkan potensi akurasi karbon yang tinggi serta mengetahui perbandingan potensi karbon pada tiap tipe vegetasi. Disamping itu juga untuk mengetahui potensi penuruan emisi sesuai FREL nasional dan untuk mendapatkan ‘Tier 3’ alias tingkat kepercayaan tertinggi.

Plot Sangat Menentukan

“Pilih Metodologi yang sudah standar. Gunakan metodologi sesuai dengan karakteristik yang disyaratkan (tipe hutan, jenis kayu atau curah hujan) dan jelaskan alasan penggunaan metodologi tersebut. Yang penting lagi harus transparan,” jelas Ridwan. Lebih dalam lagi dijelaskannya, bahwa ada beberapa metode perhitungan karbon. Diantaranya ialah metode destruktif  dan alometrik.

Pada metode destruktif tumbuhan arau vegetasi diitebang, dicabut dan ditimbang. Model ini adalah yang akurasinya paling tinggi. Namun, tentu, metode ini beresiko biaya mahal dan memakan waktu yang lama.

Sedangkan pada metode alometrik, ialah dengan penggunaan persamaan statistik atau menggunakan rumus yang sudah ada: Akurasi cukup, biaya relatif murah dan waktu lebih cepat.

Direktur Eksekutif PT. CKL itu juga menjelaskan tentang tata cara membuat plot sampel. Beberapa hal prinsip dalam hal ini, menurut Ridwan, adalah perlunya disebutkan metodologi yang digunakan. “Beda metodologi beda pula plot yang dibuat. Hindari kasalahan pembuatan dan pengukuran plot,” jelasnya.

Ditambahkan oleh Ridwan bahwa kesalahan hasil pengukuran karbon kebanyakan terjadi akibat kesalahan pembuatan plot.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia