Dr. I Wayan Susi D: Peluang dalam Kebijakan Implementasi NEK

Tentunya, penyelenggaraan perdagangan karbon melalui mekanisme perdagangan luar negeri tidak mengurangi pencapaian target NDC pada tahun 2030.

POTENSI ekosistem alam Indonesia memiliki nilai penting di tingkat global. Maka sungguh tepat, bila pemerintah menetapkan strategi implementasi green economy, terutama di sektor kehutanan dan lingkungan hidup.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr. I Wayan Susi Dharmawan, Peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan – BRIN, dalam sesi jelang sore pada pelatihan Pajak Karbon dan Penghitungan Penurunan Emisi GRK di Bogor (30/11/2022). Kegiatan itu digelar atas kerjasama antara PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) dengan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB University.

Dalam makalah yang bertajuk “Kebijakan Nasional dan Internasional terkait Perubahan Iklim”, Wayan menyampaikan sesuatu yang menarik. Yang dimaksud adalah terbukanya peluang dengan adanya kebijakan implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Tampaknya tak kurang dari 40 peserta dari beberapa daerah dan berbagai kalangan bisnis, begiru antusias dengan paparan pakar dari BRIN tersebut.

Perdagangan Karbon

Tata laksana penyelenggaraan NEK ditetapkan dalam Perpres NEK No. 98/2021; dan Permen LHK 21/2022. Dalam ketentuan tersebut didevinisikan bahwa carbon trading adalah  perdagangan emisi dan offset emisi.

Dr. I Wayan Susi Dharmawan

Wayan pun menjelaskan beberapa hal penting yang perlu dipahami dalam Perpres NEK 98/2021 tersebut. Diantaranya ialah hak atas karbon adalah penguasaan karbon oleh negara (Pasal1). “Unit karbon adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam 1 ton CO2 yang tercatat dalam SRN PPI (Pasal1),” jelasnya.

Lebih jauh dikatakan, bahwa perdagangan karbon, baik melalui mekanisme dalam negeri dan/ atau luar negeri, dilakukan melalui SRN PPI dan SPE GRK (mekanisme sertifikasi PE nasional) (Pasal48 ayat3). “Kebijakan perdagangan karbon itu ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri terkait (Pasal48 ayat4),” ucap Wayan.  

“Tentunya, penyelenggaraan perdagangan karbon melalui mekanisme perdagangan luar negeri tersebut tidak mengurangi pencapaian target NDC pada tahun 2030 (Pasal49),” tambah I Wayan Susi Dharmawan.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia