Ada yang menganggapnya tumbuhan liar, padahal nilai gizinya cukup tinggi. Umbi tumbuhan ini merupakan sumber karbohidrat yang tidak bisa dipandang remeh.
KETERGANTUNGAN beras sebagai makanan pokok di Indonesia sangat tinggi. Bahkan ada yang bilang; “Belum makan nasi belum makan rasanya.”
Di sisi lain, pola makanan lokal di Indonesia terpinggirkan akibat ketergantungan terhadap tepung terigu berbahan baku gandum impor. Konsumsi tepung terigu impor juga meningkat drastis setiap tahunnya.
Salah-satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan diversifikasi pangan lokal. Sebut saja jalawure misalnya. Bahan pangan lokal dari daerah Pesisir Selatan Garut – Jawa Barat ini merupakan tumbuhan berumbi yang hampir mirip dengan porang, tapi habitat tumbuhnya di daerah pesisir pantai.
Jalawure termasuk famili Taccaceae. Herba perennial ini tumbuh tegak dan mempunyai daun yang berjumlah 1-3, dengan diameter berkisar antara 30-90 cm. Daunnya oval atau lonjong, dengan ujung daun runcing. Tanaman ini memiliki batang semu tersembunyi di bawah tanah dan tertupi oleh tangkai daun yang berbentuk bulat dan berongga.
Jalawure masih dianggap sebagai tumbuhan liar, terutama pada masyarakat di pesisir selatan Kabupaten Garut. Tapi sebagian warga ada yang memanfaatkan umbinya sebagai pengganti tepung terigu dan beras dengan cara mengolahnya menjadi tepung.
Sejarah Jalawure
Berdasarkan cerita turun-temurun, di pesisir selatan Kabupaten Garut, nama jalawure memiliki arti dan makna yang khas, sesuai dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakatnya. Nama Jalawure berasal dua suku kata yaitu, jala artinya alat penangkap ikan danure artinya pantai, yang berarti tumbuhan di pesisir pantai.
Sejarah pemanfaatan dari tumbuhan ini bermula karena kondisi lingkungan pesisir yang iklimnya cukup ekstrim dimana musim kering lebih panjang dari musim penghujan dan sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
Kabupaten Garut wilayah pesisir selatannya merupakan lahan tadah hujan yang cukup luas dan bisa ditanam jika musim hujan. Kondisi iklim yang tidak menentu membuat petani dan nelayan di daerah ini sering mengalami gagal panen dan nelayan tidak bisa melaut.
Jika kondisi seperti ini berlangsung cukup lama membuat daya beli masyarakat menurun yang berakibat mengarah ke rawan pangan. Kondisi seperti ini diatasi masyarakat dengan memanfaatkan umbi liar jalawure.
Persebaran & Potensi Ekonomi
Secara umum jalawure tersebar di wilayah Afrika, Asia Tenggara hingga Australia. Jalawure di Indonesia tersebar di pulau Jawa (pantai Selatan), Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Kangean, Madura, dan Kepulauan Bangka Belitung.
Pemanfaatan jalawure di Indonesia, terutama di pulau-pulau kecil, sudah tidak asing lagi. Namun potensi jalawure di pesisir selatan Kabupaten Garut, selain sebagai solusi alternatif bahan pangan pengganti tepung terigu dan beras, juga dapat meningkatkan taraf hidup.
Tepung pati umbinya dapat dijual secara lokal untuk produk pembuatan beragam bahan makanan.
Tepung patinya memiliki daya simpan yang cukup lama bahkan bisa mencapai satu tahun dan dapat dijadikan sebagai lumbung pangan untuk bahan pangan secara berkelanjutan. Saat ini menjelang hari Ramadhan, hari Raya Idul fitri, dan Hari Raya Idul Adha, masyarakat pesisir berburu untuk mencari umbi jalawure untuk dibuat tepung, yang nanti digunakan dalam pembuatan berbagai produk olahan kue.
Masyarakat pun rela membeli tepung pati ini untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam menyambut hari besar tersebut.
Potensi tepung pati jalawure yang cukup besar, bahkan jika dikembangkan secara maksimal dan diolah menggunakan teknologi yang lebih baik tepung ini dapat menggantikan tepung terigu pada masyarakat pesisir khususnya desa Cigadog, Pameungpeuk, Garut.
Kandungan Kimia
Artikel IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 458 (2020) menyatakan bahwa hasil analisis tepung pati umbi jalawure memiliki kandungan dan komposisi gizi dan sumber karbohidrat yang cukup tinggi seperti; 80,11%-88,07%, 6,26 % protein, 0,98 lemak, 1,85 % serat, dan energi yang terkandung 369,165 kkal/100g.
Selain itu terdapat kandungan Mg 97,43 mg/100g, Fe 6.185 mg/100g, Ca 283.2 mg/100g, K 616.635mg/100g, P.425.82mg/100g, amilopektin 43,88-53.28%, dan amilosa 22,27-27.93%, vitamin E. 28.46 mg/100g, pati 66,65-81.21%/100 g, dan FOS 2,16 mg/100 g.
Jika dilihat dari komposisi gizinya, terutama kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, dapat dikatakan bahwa tumbuhan ini tidak bisa diabaikan. Mengapa tidak? Selain kandungan karbohidratnya yang tinggi, jalawure pun memiliki kandungan amilopektin tinggi 43,88%-53,28%. Amilopektin berkaitan dengan tingkat kekenyalan, kerenyahan, dan tidak mudah retak atau pecah.
Sementara kandungan amilosanya berkisar 22,27%-27,93%. Ini berperan untuk meningkatkan kekerasannya, sehingga tepung pati cocok untuk pembuatan produk makanan yang tidak mudah rusak, seperti berbagai ragam kue kering, biskuit, dan mie instan.
Konservasi
Konservasi jalawure perlu dilakukan, sebelum tumbuhan ini menghilang di pesisir selatan Kabupaten Garut yang diakibatkan pengambilan umbi tanpa melakukan penanaman kembali, hal ini bahkan dapat mengancam kelestariannya di alam.
Selain itu, alih fungsi lahan di habitat jalawure dipesisir terganggu dengan maraknya pembuatan objek wisata dan tambak udang. Ditambah pula habitat hidupnya seperti pohon pandan sudah mulai banyak yang rusak diakibatkan alih fungsi lahan tersebut. Padahal pandan adalah benteng pencegah terjadinya abrasi air laut ke pesisir, sehingga ombak tidak langsung menghantam daratan.
Wardah, Marwan Setiawan, Laode Alhamd, Ninik Setyowati, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, BRIN
***Riz***