Oleh: Latifa Nuraini*) & Fitri Indriani**)
Biodiversitas Indonesia memiliki potensi yang cukup menjanjikan dalam membangun diplomasi biodiversitas hayati bagi keberlanjutan ekosistem.
KEKAYAAN biodiversitas Indonesia belum banyak dieksplorasi dan dilindungi menjadi sumber daya yang memiliki hasil guna, baik dari aspek perlindungan varietas langka, pelestarian, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan diplomasi biodiversitas Indonesia.
Padahal berbagai tanaman tropis tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun tidak banyak yang tahu, termasuk pemangku kebijakan, tentang fungsi dan peran tanaman tropis sebagai bagian penting dalam membangun ekosistem lingkungan hidup dan habitat manusia yang berkelanjutan.
Sebagai negara yang beriklim tropis, berbagai tumbuhan dapat hidup dan berkembang di negeri ini. Namun, tumbuhan yang beraneka ragam tersebut, belum menjadi perhatian kita untuk dilakukan pendataan dan perawatan secara memadai. Sehingga banyak tumbuhan langka terancam punah. Penyebabnya ialah; alih fungsi lahan, perubahan iklim, kerusakan ekosistem lingkungan, dan kebijakan yang tidak tepat.
Salah satu biodiversitas yang memiliki potensi yang perlu dikembangkan ialah tanaman anggrek.
Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang prospektif dan mempunyai nilai keberagaman biodiversitas tinggi. Hal tersebut dikarenakan bentuk, ukuran, dan variasi warna bunganya yang variatif.
Dari segi kegunaan, anggrek seringkali digunakan dalam berbagai kegiatan, seperti acara selebrasi pernikahan, wisuda, kenaikan jabatan, baik itu berupa parcel atau rangkaian bunga, bunga potong, anggrek dalam pot, serta anggrek sebagai koleksi.
Indonesia Sangat Kaya
Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang termasuk dalam famili Spermatophyta. Diperkirakan saat ini ada sekitar 30.000 spesies anggrek di dunia yang telah diidentifikasi. Sekitar 5000 lebih spesies anggrek tersebut berasal dari Indonesia. Namun demikian, hanya sekitar 1500 spesies yang telah diidentifikasi (Semiarti, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian dan pendataan, menunjukkan bahwa, sekitar 731 jenis anggrek spesies tersebar di Pulau Jawa, 295 spesies di Jawa Tengah, 390 di Jawa Timur, kemudian sisanya di Jawa Barat.
Anggrek di Indonesia sangat beragam. Asal usul nya pun bermacam-macam. Biodiversitas anggrek di Indonesia cukup banyak, dan tersebar di berbagai pulau.
Komoditas Strategis
Saat ini anggrek menjadi komoditas strategis di berbagai negara. Masing-masing negara melakukan berbagai upaya konservasi, baik itu in-situ maupun ex-situ. Di Singapura misalnya, terdapat National Orchid Garden, Singapura Botanical garden. Di Inggris ada Royal Botanical Garden Kew.
Masih banyak lokasi pengembangan anggrek lain yang begitu terkenal di berbagai negara, seperti Fuqua Orchid Center, Berlin Botanical Garden, Scuba botanical garden, New York botanical garden, Edinburg botanical garden dan sebagainya.
Sementara di berbagai negara Eropa, begitu giat mengelola aneka jenis tumbuhan langka untuk dilindungi dan menjadi obyek wisata yang mendatangkan pendapatan negara.
Namun yang terjadi di Indonesia, konservasi belum menjadi perhatian penting dalam upaya untuk melindungi dan menjaga biodiversitas. Padahal, di Indonesia, secara khusus, anggrek dapat berpotensi sebagai simbol identitas bangsa.
Seperti halnya; jika Korea dikenal sebagai negeri gingseg, Jepang dikenal sebagai negeri sakura, dan China dikenal sebagai negeri tirai bambu, dan Belanda dikenal sebagai negeri bunga tulip. Tentu saja Indonesia dapat berpotensi menjadi negeri anggrek.
Politik Konservasi
Hari biodiversitas dunia yang lalu hendaknya menjadi momentum untuk mengarahkan politik konservasi Indonesia. Ini tentunya lebih penting daripada hiruk pikuk polemik Capres, demokrasi, politik identitas, isu kampanye, dan korupsi.
Politik Konservasi dan biodiversitas dapat dimulai dari anggrek, yang pernah menjadi ikon dan simbol dari kesuburan dan keindahan alam bangsa Indonesia.
Dalam sejarahnya, presiden pertama Indonesia, Soekarno pernah memberikan bunga anggrek yang diberikan kepada Presiden Korea Utara, Kim II Sung, sebagai diplomasi kebudayaan dan membangun persahabatan yang baik. Bunga anggrek diplomasi tersebut merupakan hasil hibridasi dengan nama ‘Kimilsungia’. Lalu secara berkala Korea utara menyelenggarakan festival bunga anggrek.
Pada masa Presiden Soeharto, Ibu Tien diabadikan sebagai nama satu jenis anggrek spesies, yaitu ‘Cymbidium hartinahianum’ atau dikenal sebagai ‘anggrek hartinah’. Anggrek ini termasuk dalam kategori tanaman yang dilindungi. Hal itu juga tertulis peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Ibu Negara pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga digunakan sebagai nama anggrek menjadi ‘Dendrobium Ani Yudhoyono’. Begitu juga nama Ibu Negara Iriana Jokowi digunakan untuk nama anggrek jenis Dendrobium hasil persilangan Dendrobium christabella dan Dendrobium haldis morterud. Nama anggrek persilangan itu disebut ‘Dendrobium iriana jokowi’.
Isu pembangunan yang berkelanjutan menjadi isu penting dalam proses transformasi sosial dan peradaban masyarakat. Tujuan dari pembangunan berkelanjutan yang di-launcing oleh PBB ialah menjaga serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan. Kegiatan pembangunan harus menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, serta menjaga kualitas lingkungan.
Saat ini tantangan global dan nasional dihadapkan pada isu perubahan iklim, ketahanan pangan, pencemaran lingkungan, dan ketahanan kesehatan. Salah satu yang menjadi perhatian dalam riset ini, memfokuskan tentang upaya untuk menyelamatkan tumbuhan langka untuk dikonservasi.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2020, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, isu yang diangkat ialah; membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim.
Lebih lanjut, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2019, tentang Prioritas Riset Nasional Tahun 2020-2024, membahas isu penting untuk mendorong penelitian multidisiplin dan lintas sektoral, dimana hayati dan biodiversitas menjadi prioritas utama.
Salah satu perhatian penting dalam isu strategis nasional ialah; upaya untuk melindungi dan menjaga keanekaragaman hayati sebagai sumber pemuliaan berbagai jenis tanaman. Diantaranya yang berpotensi hias, buah, pangan lokal maupun obat tradisional.
Ironisnya, politik konservasi dan diplomasi biodiversitas Indonesia masih menjadi jalan terjal yang panjang untuk dilalui.
Diplomasi Biodiversitas
Indonesia sebagai negara yang kaya biodiversitas, memiliki peran strategis dalam upaya mengangkat nama Indonesia sebagai negara pusat biodiversitas dunia. Terbentuknya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, tentu menjadi ujung tombak penting dalam membangun diplomasi biodiversitas Indonesia, khususnya anggrek.
Diplomasi biodiversitas menjadi bagian penting untuk membangun sinergi, kolaborasi, dan mempererat persabatan antar negara. Kerjasama bilateral dan multilateral perlu memiliki jembatan alternatif selain kebudayaan. Jembatan alternatif tersebut dapat berupa konservasi hayati untuk masa depan dunia yang lebih baik.
Biodiversitas Indonesia memiliki potensi yang cukup menjanjikan dalam membangun diplomasi biodiversitas hayati bagi keberlanjutan ekosistem.
Agar tetap asri dan lestari, Indonesia harus menjaga dan melindungi serta melestarikan tanaman. Disamping itu, perlu terus diupayakan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui pendidikan, wisata, konservasi serta mendorong kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap tanaman khas Indonesia.
Diplomasi biodiversitas dapat menjamin dan melindungi spesies asli. Hal ini dapat mewujudkan Indonesia sebagai penggerak perubahan global terkait dengan arah diplomasi biodiversitas internasional untuk membangun kemitraan, persahabatan, dan kerjasama dalam perlindungan biodiversitas.
*)Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). **)Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).