Dr. Naresworo Nugroho: Perlu Rumusan Jelas Terkait Pasar Karbon

IPB University hari ini menggelar FGD untuk mengidentifikasi berbagai kebijakan yang relevan dalam perumusan pasar karbon sekunder di Indonesia.

MUNGKIN tak lama lagi, di Indonesia akan dibentuk pasar karbon nasional. Sementara itu, sejauh ini para pecinta lingkungan mengkritik mekanisme perdagangan karbon.

Mengapa? Karena terkesan hanya mereplikasi sistem pasar bebas dan mekanisme perdagangan konvensional.

Hal itu pun dibenarkan oleh Carbon Trade Watch (CTW), sebuah organisasi yang khusus mengawasi perdagangan karbon. CTW berpendapat bahwa mekanisme perdagangan karbon akan efektif jika individu mengubah gaya hidup untuk sistem politik internasional yang lebih pro- lingkungan, adil, berdaulat, dan berkelanjutan.

Menurut Dekan Fahutan IPB University, Dr. Naresworo Nugroho, Indonesia perlu mengembangkan infrastruktur hijau dan mengundang investor global untuk berpartisipasi dalam pembangunan rendah karbon.

Hal itu disampaikan dalam sambutannya pada kegiatan Focus Group Discusion (FGD) Development of Policy Recommendation for Carbon Credit’s Secondary Market and Trading System di Hotel Aston, BNR Bogor, pagi ini (Kamis, 16/02).

Lebih jauh dikatakannya, bahwa Indonesia merupakan salah-satu negara yang berperan aktif di dalam berbagai forum UNFCCC. Disamping itu, Indonesia juga telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris.

Pasar Karbon Skunder

Dekan Fahutan IPB IPB University itu menyarankan perlu adanya pasar karbon skunder di Indonesia. “Hal ini perlu dirumuskan untuk melengkapi pasar karbon primer yang telah ada saat ini,” ungkap Naresworo. Ditambahkannya, dalam merumuskan itu perlu memperhatikan aspirasi para pihak.

Pasar karbon bertujuan untuk mengurangi emisi. Aturan mainnya ialah dengan menawarkan insentif dan disinsentif finansial melalui kredit yang dapat dibeli dan dijual di pasar (Sheriffdeen et al., 2020).

Dengan demikian, insentif keuangan akan diberikan kepada perusahaan yang berhasil mengurangi emisi dengan memberikan kredit kepada mereka yang mencemari di bawah batas. Sebaliknya, kepada pihak yang menghasilkan emisi hingga melampaui batas, diwajibkan membeli kredit tambahan.

Perlu Kajian Mendalam

Saat ini IPB University saat ini sedang melaksanakan kajian terkait praktik pasar karbon sekunder yang dapat dilakukan di Indonesia. “Diharapkan trik pengurangan emisi dengan menaawarkan imbalan, hukuman finansial serta beragam cara tersebut dapat terlaksana dengan baik,” ungkap Dekan Fahutan IPB.

Untuk itulah, Focus Group Discussion (FGD) ini ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai kebijakan yang relevan dalam perumusan pasar karbon sekunder di Indonesia. Tujuan lainya ialah untuk mengetahui apa pandangan dan pendapat dari berbagai pihak (terutama narasumber FGD) terkait pengoperasian pasar karbon sekunder di Indonesia.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia