Bursa Carbon Booming: Bagaimana Alih Fungsi Lahan?

Dengan prospek nilai ekonomi karbon (NEK), tentunya alih fungsi lahan akan berkurang. Kelstartian alam pun terjaga.

HUTAN kini kian dipuja dan menjadi andalan.  Mengapa tidak? Selain manfaat  dari hasil hutan seperti kayu maupun non kayu, kini diharapkan mampu menghasilkan income besar tanpa kerja keras.

Tinggal menjaga kelestariannya, maka hutan pun memberi berkah. Nilainya pun bisa berlimpah. Untuk itu, jelas, perlunya aspek keberadaan dan keberlanjutan sehingga kelestarian hutan dapat terjaga dengan baik.

Kelestarian hutan merupakan salah satu isu yang sering diperbincangkan di tingkat nasional maupun internasional. Sebagian besar masyarakat yang telah sadar akan pentingnya keberadaan hutan mulai melakukan kegiatan agar hutan tetap Lestari.

Alih fungsi lahan merupakan contoh dari isu kelestarian hutan yang ada di Indonesia. Alih fungsi lahan bisa disebabkan oleh kebakaran hutan, bencana alam, konversi kawasan hutan (alih fungsi lahan) dengan tujuan untuk pembangunan sektor lain.

Penebangan liar (illegal logging) dan pencurian kayu, okupasi lahan (illegal land), perambahan, pertambangan, serta pengelolaan hutan secara tidak lestari yaitu tidak atau belum optimal melakukan reboisasi dan aktivitas penghijauan lainnya (KLHK, 2021). Apakah setelah adanya bursa karbon, alih fungsi lahan masih sering terjadi?

NDC dan Kelestarian

Direktur Center of Economic And Law Studies (CELIOS), Bhima Yudistira, yang dilansir dari sebuah potcast di Youtube, menanggapi soal ini. Dikatakannya, bahwa bursa karbon secara sederhana dapat digambarkan terdapat pihak yang mengeluarkan emisi karbon dan ada pihak yang menyimpan karbon.

“Mereka akan dipertemukan antara kedua belah pihak dengan kepemilikan dengan mata uangnya adalah carbon. Pihak yang mengeluarkan emisi kabon akan membeli kepemilikan dari kredit karbon,” ungkapnya.

Dengan adanya Bursa Efek Indonesia (BEI) menandai langkah penting Indonesia untuk mengurangi emisi dan untuk menjaga kelestarian hutan. Untuk itu peralihan alih fungsi lahan hutan di Indonesia akan semakin berkurang karena pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca.

Mengacu pada dokumen Kontribusi yang ditetapkan Secara Nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC), target Pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% (menggunakan kemampuan sendiri) dan sampai dengan 41% (apabila terdapat dukungan internasional).

Untuk itu pemerintah akan berupaya sebisa mungkin untuk memenuhi target NDC dengan melakukan beberapa aksi mitigasi. Salah satu aksi mitigasi yang dilakukan dengan pengurangan laju deforestasi dan degradasi lahan mineral, gambut dan mangrove. Dengan demikian apakah isu mengenai alih fungsi lahan sudah teratasi dengan baik?***

Afda Refani

Redaksi Green Indonesia