Berapa Luas Minimal Ikut Berdagang Karbon?

Sekarang semua pihak makin sadar dan tertarik untuk terjun ke perdagangan karbon. Implementasi NEK telah ‘membuka mata’ banyak pihak.

BERAPA luas minimal hutan yang bisa ikut perdagangan karbon? Pertanyaan itu muncul dari seorang peserta Pelatihan Validator dan Verifikator GRK di Kampus IPB Baranangsiang tadi sore (Jumat, 17/03).  

Pertanyaan itu dilontarkan kepada seorang pemateri training, yang tak lain adalah Muhammad Ridwan, Ahli Carbon Accounting yang juga Direktur Eksekutig PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) – sipenyelenggara pelatihan.

Dijawab oleh si pemateri, dengan terlebih dahulu menjelaskan definisi hutan. Selanjutnya dikatakan, bahwa luas minimal hutan yang bisa ikut dalam perdagangan karbon ialah 0,25 ha, dengan tutupan kanopinya 30 persen.

“Wah itu kan kecil sekali, lalu apakah ada syarat lain, misalnya jumlah stok karbonnya berapa?” kembali sipeserta training tadi bertanya.

Ridwan pun menjawab, dan dilanjutkan dengan penjelasan yang cukup panjang. Hingga jelas. Ahli penghitungan karbon itu mengatakan, bahwa hal itu tergantung pada pilihan; ekonomis atau tidak jika diperdagangkan. Sementara menurutnya, kalau lahan hutan di bawah 100 hektar, hampir dapat dipastikan bahwa karbon tidak ekonomis untuk diperdagangkan.

Peserta Antusias

Fenomena NEK memang telah membuka mata banyak pihak. Dikatakan Ridwan, bahwa sekarang semua pihak makin sadar dan tertarik untuk terjun ke perdagangan karbon. Hal ini, menurutnya, adalah hal yang wajar.

“Begitu ada peluang ekonomi, maka siapa pun pasti akan tertarik,” tuturnya.

Lalu di penghujung sesi pembahasan sore itu, tiba-tiba peserta lainnya bertanya; apakah ada profesi khusus yang menjalankan metodologi terkait emisi (penghitungan stok karbon)?

Menyikapi pertanyaan itu, sebagian besar peserta lainnya tampaknya sudah maklum, bahwa terkait hal itu, merupakan spesifikasi PT. CKL.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia