Oleh : Merryana Kiding Allo dan Nining Wahyuningrum*)
Kayu eboni telah menjadi ikon ketahanan dan keindahan dalam dunia kerajinan dan seni, serta memiliki tempat khusus dalam hati pecinta alam dan ahli kayu di seluruh dunia.
EBONI, atau Diospyros celebica Bakh, adalah salah satu tumbuhan endemik yang hanya tumbuh di wilayah Wallacea, terutama di Pulau Sulawesi. Pohon-pohon eboni dapat ditemukan menyebar sepanjang rentang pegunungan berapi tua, mulai dari daerah selatan Pulau Sulawesi, seperti Kabupaten Gowa di Provinsi Sulawesi Selatan, hingga ke daerah utara, seperti Kabupaten Kota Raja di Provinsi Gorontalo.
Sulawesi memiliki enam jenis tumbuhan dari genus Diospyros dan jenis pohon D. celebica merupakan salah satunya yang menghasilkan kayu dengan strip unik yang terkenal sebagai kayu bercorak. Motif ini memberikan tampilan estetis yang menarik pada kayu eboni dalam bentuk pola strip, pola strip dapat berupa garis lurus, garis bergelombang sedang hingga garis yang sangat bergelombang.
Selain variasi dalam pola strip ini, keindahan kayu eboni juga dipengaruhi oleh perbedaan warna dalam strip antar tempat tumbuh. Pola warna pada strip-strip tersebut meliputi warna hitam, kuning coklat, coklat muda, merah, dan kuning yang berurutan secara bergantian. Dalam strip-strip warna ini terdapat senyawa ekstraktif yang memiliki sifat alami anti hama dan penyakit.
Nyaris Punah
Kapan pola-pola corak kayu eboni itu terbentuk? Hingga sekarang masih menjadi misteri yang belum terpecahkan oleh para ahli. Masyarakat tradisional dapat mengidentifikasi pohon eboni mana yang telah bercorak berdasarkan tampilan pucuk pohon. Namun, untuk mengenali karakteristik eboni yang telah membentuk corak tersebut, memerlukan penelitian yang lebih mendalam.
Eboni telah dibudidayakan sejak tahun 1969 dan menjadi salah satu komoditas utama dalam ekspor yang dikelola oleh Bidang Pengusahaan Hutan, Departemen Pertanian pada masa itu. Ekspor kayu eboni dilakukan dengan tujuan utama ke negara-negara di Asia seperti Jepang dan Taiwan, juga ke negara-negara di Eropa serta Amerika Serikat.
Kayu eboni, dengan segala keunggulannya yang unik, kini berada di ambang kepunahan. Kehadirannya yang eksklusif di pasar kayu tropis telah menjadikannya salah satu komoditas paling berharga, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Nilai tinggi ini telah memicu eksploitasi berlebihan dan aktivitas penebangan yang merajalela, mengancam eksistensinya di alam.
Selain akibat dari berkurangnya habitat alami yang semakin menyempit, persyaratan khusus yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan benih eboni juga menjadi tantangan dalam upaya pembiakannya. Di lokasi tumbuhnya, batuan kerikil yang dominan dalam tanah membantu sirkulasi udara di sekitar perakaran pohon eboni, terutama pada topografi yang berat.
Dormansi benih yang singkat dan bersifat rekalsitran menyebbkan daya tumbuhnya dapat mudah menurun, menambah kesulitan dalam budidaya eboni. Untuk itu, persyaratan tempat tumbuh dan perawatan intensif menjadi suatu keharusan, mengingat benih eboni juga sangat rentan terhadap kontaminasi oleh jamur.
Untuk mengendalikan eksploitasi berlebihan, sejak tahun 1972 hingga tahun 1989 pemerintah mengeluarkan beberapa aturan, antara lain Instruksi Menteri Kehutanan Nomor 239/Menhut-II/1996, antara lain tentang larangan ekspor kayu eboni dalam bentuk balok (logs).
Izin ekspor untuk produk kayu olahan setengah jadi dalam bentuk gergajian masih tetap diizinkan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa eksploitasi kayu eboni dapat berlangsung lebih berkelanjutan dan mengurangi dampak terhadap hutan dan lingkungan.
Dalam upaya mencegah kepunahan kayu eksotis ini, budidaya benih eboni telah menjadi fokus utama, dengan berbagai pihak seperti Instansi Pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum turut berperan.
Meskipun demikian, perjuangan ini masih dihadapkan pada sejumlah hambatan yang signifikan, dan salah satu di antaranya adalah semakin terbatasnya lahan yang sesuai untuk tanaman eboni dapat tumbuh dan berkembang.
Mengingat kayu eboni masih menjadi sumber pendapatan yang sangat menguntungkan dan dalam waktu yang sama terancam punah, upaya budidaya eboni harus terus didorong dan diperkuat. Hal ini menjadi kunci dalam memastikan kelestarian kayu eksotis yang penting ini.
*)Keduanya Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Ekologi & Etnobiologi, BRIN