Mengembalikan Keharuman Cempaka

Oleh: Murniati*)

Cempaka kuning di tepi halaman. Setangkai kau beri di pagi terang. Cempaka kuning layu masih kugenggam, Tandakan kasihku tak kunjung padam…’

BAGI generasi muda saat ini, pasti sulit mengingat ada lirik lagu seperti itu atau siapa yang menyanyikannya. Padahal dulu, lagu itu cukup akrab di telinga, karena dinyanyikan oleh kelompok legendaris Bimbo. Sayangnya seperti lagu “Cempaka Kuning yang terlupakan, keharuman bunga cempaka juga makin langka.

Pohon cempaka mulai sulit ditemukan dan hampir punah. Di beberapa daerah sebaran alaminya, pohon cempaka tinggal nama. Masyarakat di Desa Ginanjar, Sukabumi  menceritakan bahwa dulu di kampung mereka ada beberapa pohon cempaka. Bukan saja bunganya yang digunakan untuk wewangian, mereka pun percaya jika kios atau toko mereka terbuat dari kayu cempaka maka barang dagangannya akan laris manis.

Pohon cempaka mempunyai manfaat ganda. Kayu cempaka yang memiliki serat halus, baik untuk bahan baku konstruksi, meubel, ukiran dan barang dekorasi. Pohon ini juga menghasilkan bunga yang harum, sering digunakan masyarakat untuk wangi-wangian pada upacara adat/ritual agama. Bunga cempaka juga sebagai bahan baku minyak atsiri yang mempunyai nilai tinggi.

Biologi dan Ekologi Cempaka

Cempaka adalah jenis pohon asli Indonesia dengan nama ilmiah Michelia champaca Linn., termasuk famili Magnoliaceae. Di beberapa daerah masyarakat menyebutnya cempaka kuning, campaka honeng, campaga, jeumpa, campaka dan campaka giraji. Di Sumatera Selatan, pohon M. champaca dikenal dengan nama daerah bambang lanang atau medang bamban.

Beberapa pustaka menyebutkan daerah sebaran alami M. champaca meliputi India, Myanmar, Cina, Banglades, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Oyen dan Xuan Dung (penulis buku Plant Resource of South East Asia No.19, Essential oil plant) menyebutkan bahwa di Indonesia, cempaka tumbuh tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kepulauan Sunda Kecil.

Survei di beberapa lokasi sebaran alami cempaka yaitu di Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur menunjukkan bahwa populasi alami cempaka sulit ditemukan. Artinya di lokasi-lokasi tersebut populasi alami cempaka mulai punah.

Namun di beberapa tempat, khususnya di Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Lahat dan Empat Lawang, masyarakat sudah mulai membudidayakan tanaman cempaka melalui pengembangan Hutan Rakyat menggunakan sistem agroforestri dengan tanaman kopi atau kombinasi dengan jenis pohon serbaguna (MPTS) seperti durian. Terdapat pula tegakan benih cempaka teridentifikasi (bersertifikat) sebagai sumber benih yang ditanam pada tahun 1980-an. Di Jawa Timur, yaitu di Kabupaten Malang dan Pasuruan, masyarakat menanam cempaka di pekarangan rumah untuk dipetik bunganya.

Keragaman dan Erosi Genetik

Keragaman genetik merupakan dasar pembawa sifat suatu jenis tumbuhan untuk tumbuh, berkembang dan mempertahankan hidup generasi berikutnya sehingga dapat beradaptasi pada suatu tempat, serangan hama dan penyakit maupun perubahan iklim. Semakin tinggi tingkat keragaman genetik suatu jenis pohon, maka daya adaptasinya akan semakin besar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata keragaman genetik M. champaca di dalam populasi dengan sampel berasal dari provenan/populasi Sumatera Selatan dan Jawa Timur relatif rendah. Selain itu, keragaman genetik cempaka cenderung menurun dari tingkat pohon ke tingkat tiang dan dari tingkat tiang ke tingkat semai. Artinya telah terjadi degradasi atau erosi genetik. 

Keragaman genetik cempaka perlu dilestarikan agar jenis ini tidak punah. Untuk itu, telah dibangun satu demplot konservasi genetik cempaka di Hutan Penelitian Pasir Hantap, yang terletak di Kabupaten Sukabumi. Pembangunan demplot dimulai dari eksplorasi biji sebagai sumber benih, penyiapan bibit di persemaian, pemilihan dan penyiapan lahan demplot serta penanaman bibit di lahan yang sudah dipersiapkan. Plot penanaman di rancang berdasarkan daerah asal bibit atau populasi, dengan jarak antar populasi minimal 50 meter. Hal ini untuk menghindari terjadinya penyerbukan atau perkawinan antar populasi dan untuk menjaga keaslian genetik dari masing-masing populasi.  

Mendesak

Populasi dan manfaat ganda cempaka mendesak untuk dikembalikan. Untuk itu, selain membangun demplot konservasi genetik, telah dilakukan pula upaya konservasi jenis cempaka melalui penanaman di lahan masyarakat (pengembangan Hutan Rakyat) dengan sistem agroforestri.

Masyarakat di Desa Ginanjar, Kabupaten Sukabumi mempunyai minat dan motivasi yang tinggi untuk menanam cempaka. Minat dan motivasi masyarakat yang tinggi tersebut difasilitasi dengan menyediakan bibit cempaka dari sumber benih yang berkulitas tinggi. Sekitar 10 hektar tanaman cempaka pola hutan rakyat sudah terwujud di Desa Ginanjar, Kabupaten Sukabumi. Plot Konservasi Genetik Cempaka dan Hutan Rakyat Cempaka ini diharapkan dapat berfungsi sebagai usaha penyelamatan jenis pohon ini dari ancaman kepunahan.

Di plot konservasi genetik, tegakan cempaka akan menjadi pohon induk sebagai sumber benih yang berkualitas. Di lahan masyarakat, tegakan cempaka akan memberikan manfaat ganda kepada masyarakat berupa kayu dan bunganya. Dengan demikian harapan akan kembalinya keharuman cempaka di Desa Ginanjar akan segera kita songsong.

Bagaimana dengan kawasan dan desa-desa lain di Indonesia? Mari kita teruskan menanam cempaka, agar masyarakat di berbagai daerah dapat kembali mencium harumnya bunga cempaka.

*)Peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN

  

Redaksi Green Indonesia