Manggis di Relief Candi Borobudur: Bukti Pengetahuan Lokal?

Manggis merupakan jenis flora yang mendominasi panel pada relief di tingkat ruphadatu – Candi Borobudur. Artinya manggis telah dikenal sejak lama, seperti terabadikan pada prasasti Jawa kuno abad IX-X Masehi.

SIAPA tak kenal manggis, sihitam manis yang sering dijuluki ‘ratunya buah tropis (Queen of the tropical fruit)’. Manggis adalah buah dari pohon hijau abadi. Merupakan buah tropika yang diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Nama latinnya Garcinia mangostana.

Hanya di sebagian daerah saja persebarannya dapat tumbuh baik dan berkelanjutan. Buahnya berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Persebaran Manggis –misalnya di Kabupaten Bogor, Purworejo dan Purwakarta– tidak secara mudah bisa ditemukan di semua tempat di wilayah tersebut. Manggis lebih banyak ditemukan di beberapa wilayah perdesaan saja.

Desa Karacak, Desa Somongari, dan Desa Wanayasa merupakan salah satu desa yang menjadi sentra Manggis di beberapa kabupaten tersebut. Hal ini karena pada umumnya di desa-desa tersebut Manggis dibudidayakan secara turun temurun oleh petani yang memang statusnya adalah penduduk pribumi (penduduk asli di daerah tersebut).

Itulah yang menjadi jawaban atas pertanyaan diatas, jika Manggis sebagai bagian dari keanekaragaman hayati tidak dikelola secara terintegrasi antara pemanfaatan dan konservasinya, bisa saja nanti generasi penerus tidak mengenal buah itu lagi.

Ada di Relief Borobudur

Borobudur merupakan sebuah candi agama Budha terbesar di Asia Tenggara yang menjadi icon kebudayaan kerajaan besar Mataram Kuno. Para peneliti berpendapat, candi tersebut dibangun di abad ke 700-900 Masehi oleh Dynasti Syailendra.

Tidak terbayang, bagaimana teknologi para nenek moyang pada saat itu. Sebuah perpaduan antara seni, teknologi, keyakinan dan kepercayaan serta gotong royong dapat menghasilkan mahakarya semegah itu?

Namun yang menjadi poin penting disini adalah bukan hanya sekedar melihat bahwa Candi Borobudur adalah milik para pemuka dan pengikut agama Budha saja. Secara universal, pengetahuan dan kearifan lokal terkait bagaimana mereka memanfaatkan segala sumberdaya di sekitar mereka sebagai bahan pangan untuk bertahan hidup serta berkreatifitas itu merupakan nilai pengetahuan lokal zaman itu.

Luar biasa. Dengan kemampuan pengetahuan pada saat itu, mereka ingin berbagi pengetahuan (sharing knowledge), dan ingin menunjukkan pada khalayak, bahkan dunia, bahwa beragam kekayaan sumberdaya alam hayati ada disini (di sekitar kawasan Candi Borobudur).

Cara mereka mendokumentasikan pengetahuan lokal tersebut melalui pahatan relief di dinding Candi Borobudur. Sebagaimana di ungkapkan oleh para peneliti bahwa pada relief Candi Borobudur terungkap pengetahuan tentang aneka ragam jenis flora dan fauna, yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari dari masyarakat di zaman itu.

Relief-relief itu bercerita tentang bagaimana masyarakat memanfaatkan alam dengan sangat baik. Berbagai jenis tumbuhan yang menjadi penopang hidup mereka pada saat itu digambarkan oleh mereka melalui seni ukiran batu pada relief candi dengan indah dan jelas, serta teridentifikasi dengan baik oleh para peneliti.

Tercatat oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang saat ini mereformasi menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada sekitar 13 dari 80 flora terpahat di relief Candi Borobudur. Ke-13 flora tersebut antara lain pohon mangga, durian, manggis, pohon bodhi (kalpataru), pisang, sukun, tebu, talas, siwalan, bunga tanjung, seroja atau bunga teratai, jambu biji, pohon nangka dan pohon pulai. Berbagai jenis tumbuhan tersebut menggambarkan latar belakang kehidupan sehari-hari masyarakat pada saat itu.

Pohon manggis merupakan jenis flora kedua yang mendominasi di setiap relief pada tingkat Ruphadatu. Tumbuhan ini ditampilkan pada relief sebanyak 329 kali, dan paling sering muncul di relief Gandavyuha.

Motif relief Pohon Manggis terpahat di relief Candi Borobudur secara utuh mencakup batang, dahan atau ranting, daun, dan buah yang dipahatkan secara detail. Pohon dipahatkan memiliki banyak cabang dengan daun yang rimbun yang menyirip dan lancip diujungnya. Dalam relief diceritakan bahwa masyarakat zaman Dinasty Syailendra telah mengenal pohon Manggis serta memanfaatkan buahnya untuk hidangan makanan buah, selain juga untuk keperluan lainnya yang masih belum banyak diteliti lebih rinci peruntukannya.

Manggis sejak zaman dahulu memang menjadi buah kesukaan para raja-raja. Berdasarkan pengetahuan lokal mengungkapkan bahwa manggis dapat dikatakan ‘buah kejujuran’, karena di bagian luarnya, tepatnya di kutub yang berseberangan dengan tangkainya, terdapat seperti relief atau ukiran alam yang bentuknya menonjol, serta memiliki jumlah yang sama dengan jumlah daging buah di dalamnya.

Mangga dan manggis merupakan dua jenis flora yang mendominasi panel pada relief di tingkat ruphadatu. Keduanya termasuk jenis tanaman budidaya yang telah ada di zaman masyarakat Jawa kuno dan juga tercatat pada sumber prasasti Jawa kuno abad IX-X Masehi.

Alasan mereka membudidayakan buah manggis diduga karena mereka sudah memiliki pengetahuan yang cukup atau bahkan sangat bagus tentang buah manggis dan mangga.

Manggis memiliki kandungan biomolekul diantaranya asam organik, xanthone, benzofenon, flavonoid, phloroglucinol, asam lemak, dan terpenoid.  Buah Manggis mengandung antioksidan, antikanker, antidiabetes, anti-inflamasi, kardioprotektif, neuroprotektif, antimikroba, dan aktivitas hepatoprotektif.

Persebaran Manggis Dunia

Mensitir dari hasil riset, bahwa Manggis bersifat apomiksis obligat, biji tidak berasal dari fertilisasi dan diduga mempunyai keanekaragaman genetik sempit, sehingga diperkirakan manggis di alam hanya satu klon dan sifatnya sama dengan induknya. Kenyataan di lapang menunjukkan adanya keanekaragaman tanaman manggis yang mungkin disebabkan faktor lingkungan maupun faktor genetik akibat mutasi alami sejalan dengan sejarah tanaman manggis yang telah berumur ribuan tahun.

Manggis banyak dibudidayakan di Asia Tenggara, yaitu dari Indonesia sampai ke Papua New Guine dan kepulauan Mindanao (Filipina), Semenanjung Malaysia, selatan Thailand, Vietnam dan Kamboja.

Persebaran tanaman Manggis saat ini sudah sampai ke negara-negara tropika lainnya termasuk Sri Lanka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil dan Queensland. Pemanfaatan tanaman manggis tidak hanya untuk makanan, tetapi juga bisa dikembangkan menjadi bahan baku bagi industri farmasi, dan kosmetik.

Parwa Oryzanti, Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

***Riz***

Redaksi Green Indonesia