Lagi-lagi, Soal PKS Perhutani di Sukawangi

Warga Sukawangi menyatakan tetap berfokus pada masalah tapal batas antara lahan pengelolaan kawasan hutan dengan wilayah desa. “Itu dulu yang penting, baru kita bicara yang lain,” tutur warga.

Kegiatan sosialisasi (11/09) di SD Negeri Arca

Kurang 24 jam setelah media ini meluncurkan berita, pada Senin (7 September) lalu, spontan, malamnya kembali terjadi pertemuan. Pihak sosialisator sendiri yang berinisiatif untuk digelarnya pertemuan itu.

Sang sosialisator PKS Perhutani itu bernama ‘Nurkholis’. Kepada warga yang hadir saat pertemuan itu Dia mengaku juga sebagai wartawan salah-satu media televisi terkenal di Indonesia. Terbetik sekilas info dari peserta usai pertemuan itu, bahwa berita yang dirilis media ini (Green Indonesia/ GI Senin 7/09), menurutnya, hanyalah tulisan wartawan ‘abal-abal’.

Cukup menggelikan… Benar atau tidak, sementara ini GI merasa tidak terlalu penting untuk menanggapi pelecehan profesi tersebut.

Seperti pemberitaan GI sebelumnya, bahwa dalam beberapa waktu belakangan, sosok yang mengaku wartawan itu aktif mensosialisasikan Perjanjian Kerjasama (PKS) dan Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK) Perhutani dengan masyarakat Desa Sukawangi. (Baca;   green.indonesia.co : PKS Perhutani, Sosialisasi Setengah ‘Berbisik’ di Sukawangi).

Sebagian isi NKK

Sosialisasi ‘Terbuka’

Menyusul pertemuan itu, beberapa hari berikutnya, Jumat pagi (11 September) digelar sosialisasi secara terbuka. Sebelumnya, undangan resmi atas nama Kepala Desa Sukawangi pun disebar. Puluhan warga berbondong-bondong ke SD Negeri Arca – Sukawangi, tempat acara itu digelar. GI pun turut serta dalam acara itu.

Hadir dan menjadi nara sumber dalam sosialisasi itu Kepala Desa Sukawangi, Edi Rahman, Wakil Administratur Perhutani KPH Bogor – Suparjo, Pembina Polsus Hutan – Kompol Basri, Kapolsek Sukamakmur – IPTU Isep Sukana, serta Ketua LMDH Sukawangi – Budi Irawan. Tampak Nurkholis duduk di bagian samping  sebagai pendengar. Sementara, agak ke belakang, di sela warga, terlihat pula aktifis Relawan Pejuang Demokrasi (Repdem) ikut mengamati kegiatan tersebut.

Sejumlah warga menanggapi, bahwa acara tersebut terasa ‘hambar’. Hanya sekedar ‘pembuka wacana’ saja. “Lebih tepat dikatakan bahwa ini sebagai awal kegiatan sosialisasi,” tutur beberapa warga Kampung Arca. Meski demikian, warga menilai, hal ini lebih baik jika dibanding apa yang telah dilancarkan pihak Perhutani dan LMDH selama ini. Lebih terbuka.

Beberapa warga mengaku, sesungguhnya, mereka telah mempersiapkan diri untuk berdiskusi atau berdebat lebih panjang. “Sayang waktunya terbatas (Sholat Jumat),” ungkap seseorang sambil tersenyum.

Fokus Warga; Tapal Batas

Dalam pertemuan singkat itu banyak dibahas seputar perhutanan sosial serta yang berkaitan dengan legalitas keberadaan warga desa (sertifikat tanah, C-Desa, Girik dan sebagainya). Namun kepada GI, warga menyatakan tetap berfokus pada masalah tapal batas antara lahan pengelolaan kawasan hutan dengan wilayah desa. “Itu dulu yang penting, baru kita bicara yang lain,” tutur warga yang –seperti biasa– enggan disebut namanya. “Biar lebih jelas mari sama-sama ke lapangan dan tegaskan soal tapal batas,” usulnya.

Pada saat sessi tanya jawab terbatas, jelang penutupan acara, dengan tegas seorang warga Kampung Arca menyatakan bahwa soal keberadaan warga Desa Sukawangi tidak bisa dianggap remeh begitu saja. “Jauh sebelum Perhutani ada di sini, warga desa sudah duluan ada. Dan kami tidak anti program kehutanan selama tujuannya baik,” ungkap warga bernama Rahmansyah itu sembari menunjukkan secarik surat yang isinya menyatakan bahwa hadirnya warga di Desa Sukawangi bukanlah secara sekonyong-konyong, tapi legal.

Surat pegangan Warga Desa Sukawangi. Tentang penempatan waga sejak era tahun 60-an

Pada intinya, masih menurut warga, mereka di Desa Sukawangi mendukung apapun kegiatan yang bertujuan baik. Namun jika merasa ‘terusik’, mereka pun menyatakan akan bertindak. Alasannya ialah, untuk memperjuangkan kelangsungan hidup di kawasan subur yang cukup makmur tersebut. Tentunya dengan terus menjaga kelestarian alam dan kehidupan yang tentram, damai, serta saling menghargai antar sesama berbagai pihak.

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *