Oleh: Danu*) & Hani Sitti Nuroniah*)

Stek yang telah berakar

Budidaya hutan dituntut untuk menanam pada lahan yang luas dengan pohon yang cepat. Teknik vegetatif, baik makro ataupun mikro, adalah solusinya.

DEWASA ini pengembangan hutan tanaman cenderung mendekati pengembangan perkebunan. hutan tanaman dituntut memiliki produktivitas yang tinggi, dengan waktu panen lebih cepat, terutama jenis tanaman penghasil buah dan biji.

Budidaya hutan dituntut untuk menanam pada lahan yang luas dengan pohon yang cepat tumbuh, cepat berbuah, produktivitas tinggi dan kualitas produk bagus serta seragam. Pola manajemen pengelolaannya juga berubah, dari manajemen skala tapak menjadi manajemen pohon per pohon (tree by tree), terutama untuk pohon yang mahal seperti jati.

Setiap pohon memerlukan tindakan intensif, mulai dari lubang tanam, pupuk dasar, pengendalian hama penyakit serta kegiatan pemeliharaannya.

Perbanyakan Vegetatif

Tujuan budidaya tanaman keras umumnya terbagi menjadi dua golongan besar. Pertama, bertujuan untuk menghasilkan produk vegetatif (kayu, daun, akar dan lain-lain) yang biasanya lebih mengarah ke peningkatan biomassa.

Kedua, bertujuan untuk menghasilkan produk generatif (buah, bunga, dan turunannya). Kedua tujuan ini dapat menggunakan teknik perbanyakan secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan generatif adalah perbanyakan tanaman yang diperoleh dari hasil perkawinan menghasilkan biji; adapun perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan tanaman yang tidak dihasilkan dari perkawinan.

Bahan dan media yang diperlukan

Salah satu cara penyediaan bibit yang produktivitasnya tinggi, dengan jumlah tanaman yang banyak dan seragam dalam waktu singkat adalah menggunakan teknik perbanyakan secara vegetatif. Teknik ini dilakukan dengan mengambil bagian tanaman dari induknya untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru.

Sifat tanaman hasil perbanyakan vegetatif akan sama dengan induknya sehingga pemilihan induk menjadi hal yang penting karena perbanyakan vegetatif tidak bisa meningkatkan mutu genetik walaupun diperbanyak dengan menggunakan teknologi perbanyakan yang canggih seperti kultur jaringan.

Manfaatnya pun beragam. Diantaranya ialah; Pertama, teknik ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak biomassa tanaman, yaitu tanaman yang tumbuh besar dan cepat tinggi.

Untuk memenuhi tujuan ini bagian yang diperbanyak adalah bagian jaringan/organ/sel yang masih memiliki tingkat juvenilitas yang tinggi (umur kronologis dan fisiologis yang muda). Pada tanaman yang memiliki tingkat juvenilitas sedang/rendah dapat dibantu dengan tindakan rejuvenilitas melalui teknik pemangkasan dan pemberian hormon tumbuh tertentu. 

Kedua, perbanyakan tanaman yang cepat berbuah. Untuk memenuhi tujuan ini, bagian yang dikloning adalah bagian tanaman/jaringan/organ/sel yang telah melewati fase generatif agar pohon cepat berbuah.

Lingkungan pembentukan akar

Biasanya, sumber klon diperoleh dari bagian tanaman yang telah berbuah. Karena itu kriteria pohon unggul kelompok kedua adalah pohon yang cepat berbuah dan berbuah banyak dengan kandungan/ produksi (minyak, protein, lemak, metabolik sekunder) yang tinggi. Jenis-jenis tanaman kehutanan penghasil buah yang belakangan ini sedang dikembangkan adalah malapari, nyamplung, sukun, dan lain-lain.

Cara Stek

Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan secara makro (stek, okulasi, sambung, cangkok) atau mikro (kultur jaringan).

Pada perbanyakan makro, semakin kecil penggunaan bahan perbanyakan semakin baik karena menghemat bahan tanaman dan tidak merusak pohon induk.  Karena bahan yang dipakai sedikit maka bibit yang dihasilkan juga semakin banyak.

Teknik perbanyakan yang murah, mudah dan paling sedikit menggunakan jaringan tanaman sebagai bahan perbanyakan adalah stek. Stek menggunakan sebagian batang, akar, atau daun untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Metode stek pucuk merupakan salah satu cara perbanyakan vegetatif yang efisien karena berbiaya murah, relatif mudah, dan dapat menghasilkan bibit baru dalam volume lebih banyak.

Bahan stek yang paling tinggi tingkat juvenilitasnya adalah jaringan yang tumbuh sekitar leher akar (seed collar).

Beberapa jenis tanaman hutan penghasil buah yang memiliki tingkat juvenilitas tinggi diperbanyak menggunakan bahan stek dari tanaman dewasa seperti malapari dan nyamplung. Jika stek dari tanaman dewasa yang sudah melewati fase generatif sulit berakar maka perbanyakannya dapat menggunakan teknik okulasi dan cangkok.

Keberhasilan stek dipengaruhi beberapa parameter antara lain: jenis dan genetik tanaman, fisiologis dan tingkat juvenilitas bahan stek, waktu pengambilan bahan stek, hormon tumbuh/zat pengatur tumbuh  dan lingkungan tumbuh.

Tanaman secara genetik ada yang mudah berakar ada yang sulit berakar.  Bahan stek yang masih muda lebih mudah berakar daripada jaringan dewasa. Dalam pengadaan bibit secara stek, bahan tanaman sangat menentukan mutu tanaman di lapangan. Bahan stek sebaiknya memiliki kualitas genetik yang diinginkan, tingkat juvenilitas tinggi (umur kronologis dan fisiologi yang muda).

Waktu pengambilan bahan stek sebaiknya dilakukan pagi hari. Media stek yang digunakan harus memiliki aerasi dan drainase yang baik serta porositas yang baik, seperti pasir, zeolite, campuran sekam padi+serbuk sabut kelapa, dan vermikulit.

Untuk membantu mempercepat pembentukan akar, penambahan hormon auksin seperti IBA (Indole-3-butyric acid) dan NAA (1-Naphthaleneacetic acid) umumnya dilakukan. Hormon berbentuk pasta ini dioleskan pada ujung bawah stek.

Sedangkan hormon cair ditambahkan dengan merendam ujung bagian bawah stek dengan cara dicelup (quick deep) beberapa menit atau  direndam 24 jam. Untuk menumbuhkan akar pada stek diperlukan lingkungan yang sesuai yaitu ruangan memiliki suhu <30oC, kelembaban >90%, dan cahaya yang cukup.

Stek dikatakan berhasil tumbuh apabila telah tumbuh tunas dan akar, bisa tumbuh tunas dulu kemudian akar atau akar dulu kemudian tumbuh tunas walaupun jarang terjadi. Umumnya stek menumbuhkan tunas menggunakan cadangan karbohidrat yang masih tersedia dalam bahan stek, kemudian tunas akan menghasilkan auksin.

Auksin bergerak turun dari daun ke ke bagian bawah stek untuk merangsang tumbuhnya akar. Bila stek sudah berhasil menghasilkan akar walaupun hanya satu helai sudah cukup dikatakan stek hidup dan siap tumbuh menjadi tanaman normal.

Walaupun ada beberapa kriteria stek tumbuh baik dengan melihat misalnya rasio tunas akar (shoot root ratio) atau rasio atas bawah atau (top root ratio), jumlah daun/tunas, serta jumlah akar/berat akar.  Stek yang sudah tumbuh normal siap dipindah (over sack)  ke media persemaian dalam wadah polibag (umumnya berisi tanah + kompos)  untuk dipelihara lebih lanjut.

Standar bibit asal stek (vegetatif)  siap tanam hampir sama dengan standar bibit asal biji (generatif). Standar bibit kecil yaitu bibit memiliki tinggi  ≤ 30 cm, media kompak, jumlah daun cukup.

Stek dalam media pasir (atas), stek dalam media sabut kelapa dan sekam padi (bawah)

Kriteria bibit ini biasanya digunakan untuk standar bibit tanaman hutan penghasil kayu bakar maupun kayu pertukangan. Bibit tanaman untuk menghasilkan buah sebaiknya menggunakan bibit besar (umur 2 tahun di dipersemaian).

Dengan pemeliharaan intensif (lubang tanam besar, pupuk dasar cukup) bibit ini cepat beradaptasi dan cepat berbuah. Penanaman mengikuti kontur sangat disarankan agar mudah pemeliharaannya serta mudah pemanenannya karena pemeliharaan dan pemanenan hasil produksi buah dilakukan berulang-ulang setiap tahun.

*)Periset di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan; Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)