Muhammad Ridwan: Menakar Karbon, Meraih Prospek Pasar

Hutan Indonesia sangat luas. Maka, peluang untuk menurunkan emisi dan menyerap CO2 melalui kegiatan REDD sangat besar. Peluang pendanaan dalam mendukung kegiatan karbon kehutanan juga cukup banyak. Diantaranya melalui kegiatan perdagangan karbon.

MESKI tak bisa digenggam, tanpa kemasan (packing), namun atmosfir pun kini bisa dijual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) telah membuka peluang para pihak untuk menakar nilai serta ‘menggantang’ karbon, lalu diperdagangkan.

Muhammad Ridwan

Demikian personifikasi GI saat meliput kegiatan Training Forest Carbon Accounting yang digelar atas kerjasama Sucofindo dengan PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL), 21-24 Maret lalu. Pada salah-satu sesi, dipaparkan soal kebijakan penurunan emisi sektor kehutanan serta peluang dari upaya penurunan emisi tersebut.

Salah seorang pembicara adalah Muhammad Ridwan, Direktur Utama PT. CKL dan juga dikenal sebagai peneliti perubahan iklim dan karbon dari IPB.

Menurut Ridwan, pelaksanaan kegiatan REDD merupakan peluang untuk perbaikan tata kelola hutan Indonesia yang semakin baik. Dikatakannya bahwa hutan Indonesia sangat luas. Dengan demikian, peluang untuk menurunkan emisi dan menyerap CO2 melalui kegiatan REDD sangat besar.

Peluang pendanaan dalam mendukung kegiatan karbon kehutanan juga cukup banyak. Diantara peluang tersebut ialah adanya kegiatan perdagangan karbon, baik di dalam maupun luar negeri.

Direktur Utama PT. CKL itu pun memaparkan soal adanya mobilisasi dana untuk mendukung kegiatan perubahan iklim.  Dikatakannya, sejak beberapa tahun terakhir, di dunia internasional dikenal adanya FCPF (Forest Carbon Partnership Facility), untuk mendukung kegiatan demonstrasi REDD (readiness carbon payment). Dalam Paris Agreement pun telah disepakati adanya penyaluran bantuan dari negara maju untuk negara berkembang. Selain itu, telah terdapat pula beberapa sumber pendanaan, seperti AfDB, AsDB, EBRD, dan IDB.

Dana-dana tersebut dapat digunakan untuk mendukung kerjasama internasional dalam bidang perubahan iklim dan merupakan complement dana GEF. Dana bantuan bilateral dan multi lateral yang sudah ada itu dikenal dengan sebutan Climate Investment Funds (CIF). 

Lalu bagaimana dengan peluang di dalam negeri? Di Indonesia pun, kini tengah dirancang dan sedang disiapkan mekanisme penyaluran dana melalui BLU.

Pasar Karbon

Sumber pendanaan lain adalah pasar karbon. Seperti dijelskan Ridwan, bahwa di era modern sekarang ini karbon pun bisa diperdagangkan. Artinya, karbon menjadi komoditas, dan Indonesia memiliki peluang besar untuk meraih devisa dari barang tak terlihat itu.

Lalu siapa pembelinya?

Dalam sajian pada Training Perhitungan CO2 yang diikuti puluhan karyawan BUMN Sucofindo tersebut, dipaparkan pula sekilas tentang pasar karbon dunia. Diantaranya ialah Standard Market (voluntary market dan compliant market), serta Lembaga Dunia Peduli (FCPF-Forest Carbon Partneship Facility, CIF, dan KfW). Ada pula kerjasama bilateral Indonesia dengan Australia, UK dan lain-lain. “Karbon kredit yang dihasilkan dapat dijual ke pemberi dana dan investor,” ungkap Ridwan.

Ditambahkannya, bahwa terbuka pula peluang pasar di dalam negeri. Potensi pasar dalam egeri tersebut merupakan Non-open maket yang bisa berasal dari dana-dana CSR, atau dana dalam negeri lainnya.

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *