Menyetarakan Kebebasan Beragama
PERSOALAN kebebasan beragama dan berkeyakinan masih menjadi masalah klasik di negeri ini. Tidak sepenuhnya warga negara mendapatkan perlakuan yang sama untuk menikmati kebebasan beragama, padahal sudah jelas-jelas hal itu dilindungi dan dijamin oleh konstitusi.
Satu hal krusial yakni terkait dengan pelaksanaan ibadah, termasuk di dalamnya mendirikan rumah ibadah. Selama ini, tidak semua pemeluk agama memiliki kesetaraan dalam mendirikan rumah ibadah. Berulang kali, beragam masalah masih kerap ditemui di tengah masyarakat dalam hal mendirikan tempat ibadah.
Pangkal persoalannya ialah syarat-syarat mendirikan rumah ibadah di peraturan bersama menteri (PBM) yang kerap menjadi belenggu kebebasan pendirian rumah ibadah. Bukan rahasia lagi bahwa aturan mendirikan rumah ibadah tersandera oleh rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
FKUB dinilai sebagai lembaga non-negara, tetapi mengambil peran besar dalam izin mendirikan rumah ibadah, bahkan melampaui negara. Peran itulah yang selama ini kerap menjadi belenggu dalam penerbitan izin rumah ibadah.
Publik tentu berharap, pemerintah segera mewujudkan kebijakan yang mampu untuk mengikis jerat tersebut. Janji Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa izin pendirian rumah ibadah kini tidak lagi memerlukan rekomendasi dari FKUB bisa menjadi angin segar bagi penyetaraan kebebasan beragama di negeri ini.
Menko Polhukam bersama Menteri Dalam Negeri telah sepakat dengan Kementerian Agama untuk mengubah peraturan ini menjadi peraturan presiden (perpres), yang memangkas birokrasi izin pendirian rumah ibadah menjadi cukup dari Kementerian Agama saja.
Saat ini, pendirian rumah ibadah memerlukan dua rekomendasi, yaitu dari FKUB dan Kementerian Agama. Ke depan, dengan hanya rekomendasi dari Kementerian Agama, proses pendirian tempat ibadah dan proses menjalankan ibadah menjadi lebih terjamin. Itu jelas langkah baik karena birokrasi bisa lebih ringkas dan hak konstitusional untuk mendirikan rumah ibadah bisa lebih terjamin.
Namun, tentu pemerintah juga dituntut lebih tegas untuk mengantisipasi potensi-potensi konflik horizontal di tingkat bawah la
PERSOALAN kebebasan beragama dan berkeyakinan masih menjadi masalah klasik di negeri ini. Tidak sepenuhnya warga negara mendapatkan perlakuan yang sama untuk menikmati kebebasan beragama, padahal sudah jelas-jelas hal itu dilindungi dan dijamin oleh konstitusi.
Satu hal krusial yakni terkait dengan pelaksanaan ibadah, termasuk di dalamnya mendirikan rumah ibadah. Selama ini, tidak semua pemeluk agama memiliki kesetaraan dalam mendirikan rumah ibadah. Berulang kali, beragam masalah masih kerap ditemui di tengah masyarakat dalam hal mendirikan tempat ibadah.
Pangkal persoalannya ialah syarat-syarat mendirikan rumah ibadah di peraturan bersama menteri (PBM) yang kerap menjadi belenggu kebebasan pendirian rumah ibadah. Bukan rahasia lagi bahwa aturan mendirikan rumah ibadah tersandera oleh rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
FKUB dinilai sebagai lembaga non-negara, tetapi mengambil peran besar dalam izin mendirikan rumah ibadah, bahkan melampaui negara. Peran itulah yang selama ini kerap menjadi belenggu dalam penerbitan izin rumah ibadah.
Publik tentu berharap, pemerintah segera mewujudkan kebijakan yang mampu untuk mengikis jerat tersebut. Janji Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa izin pendirian rumah ibadah kini tidak lagi memerlukan rekomendasi dari FKUB bisa menjadi angin segar bagi penyetaraan kebebasan beragama di negeri ini.
Menko Polhukam bersama Menteri Dalam Negeri telah sepakat dengan Kementerian Agama untuk mengubah peraturan ini menjadi peraturan presiden (perpres), yang memangkas birokrasi izin pendirian rumah ibadah menjadi cukup dari Kementerian Agama saja.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Saat ini, pendirian rumah ibadah memerlukan dua rekomendasi, yaitu dari FKUB dan Kementerian Agama. Ke depan, dengan hanya rekomendasi dari Kementerian Agama, proses pendirian tempat ibadah dan proses menjalankan ibadah menjadi lebih terjamin. Itu jelas langkah baik karena birokrasi bisa lebih ringkas dan hak konstitusional untuk mendirikan rumah ibadah bisa lebih terjamin.
Namun, tentu pemerintah juga dituntut lebih tegas untuk mengantisipasi potensi-potensi konflik horizontal di tingkat bawah lantaran aturan baru itu nantinya dapat dipandang mengesampingkan peran komunitas agama dan antarumat beragama.
Karena itulah, jika aturan baru tersebut nantinya benar-benar terbit, aparat penegak hukum harus tegas dalam menegakkan aturan seadil-adilnya. Aparat harus benar-benar mampu mengawal aturan itu jika ada pihak-pihak yang mencoba untuk mengangkanginya.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Belum lagi, persoalan izin kepala daerah yang mungkin juga masih tetap dipertahankan. Selama ini, kepala daerah kerap menjadikan persoalan izin pendirian rumah ibadah sebagai komoditas politik.
Tentu, dengan terbitnya aturan baru itu nantinya, kepala daerah juga akan meninggalkan kebiasan lama tersebut demi membangun iklim kebebasan beragama yang menjadi hak konstitusional setiap warga negara.
Kepala daerah diharapkan betul-betul menjalankan tugas untuk memberi pelayanan yang baik dan setara tanpa diskriminasi bagi semua umat beragama agar dapat menjalankan ibadah dengan baik dan aman, termasuk di dalamnya dengan mempunyai tempat ibadah.
Hanya dengan menjamin kebebasan beragama, Indonesia bakal menjadi tempat yang semakin aman, nyaman, dan adil bagi pemeluk agama.