Oleh : Wawan Halwany*)
Pagatan Besar, adalah sebuah contoh daerah yang hampir tenggelam akibat gelombang pasang dan ombak Laut Jawa. Keberhasilan penanaman mangrove di lokasi ini dijadikan role model bagi masyarakat di tanah timbul.
PELAJARAN berharga dari salah-satu sudut Borneo; Pagatan Besar. Kawasan ini merupakan daerah pesisir yang rentan terhadap kenaikan muka air laut.
Berjarak sekitar 62,6 km dari Kota Banjarmasin, Pagatan Besar kini menjadi etalase keberhasilan penanaman mangrove yang telah berfungsi sebagai benteng pertahanan daratan dari gempuran ombak.
Kisah itu bermula sekitar Oktober 1985, saat abrasi menerjang pantai Desa Pagatan Besar, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Lahan yang terkena abrasi sepanjang 800 meter itu merupakan penghubung dengan Desa Tabuneo.
Proses abrasi ini juga membentuk muara sungai yang baru. Pada bagian selatan muara sungai ini terdapat tumpukan tanah (tanah timbul) yang berangsur-angsur ditumbuhi tanaman mangrove dan akhirnya terbentuk hutan mangrove seluas sekitar 7,4 ha (Soendjoto, 2003).
Tanah timbul terbentuk sepanjang garis pantai di desa Pagatan Besar. Berdasarkan pengalaman abrasi pantai ini masyarakat bertekad untuk menjaga hutan mangrove yang ada untuk melindungi pemukiman mereka.
Adanya program pemerintah untuk penanaman mangrove pada lahan timbul ini disambut baik oleh masyarakat.
Tanah timbul di Desa Pagatan Besar merupakan hamparan tanah yang luas dan bebas dari kepemilikan lahan atas tanah tersebut. Namun di satu sisi, penanaman pada tanah timbul seringkali mengalami kegagalan karena tantangan yang cukup berat.
Terjangan gelombang besar dan gangguan sampah (plastik, sampah rumah tangga, batang-batang kayu) yang menyebabkan matinya tanaman. Keberhasilan penanaman yang dilakukan di Pagatan Besar bisa dijadikan role model bagi masyarakat dalam penanaman mangrove di tanah timbul.
Samaidi Samdi (Kepala Desa Pagatan Besar tahun 2012-2018) adalah sosok dibalik keberhasilan penanaman mangrove di Pagatan Besar. Beliau pun berbagi pengalaman. Samdi pun menjelaskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan penanaman mangrove pada lahan timbul.
Jenis Bibit, Lokasi & Waktu Tanam
Cara mudah untuk memilih jenis bibit yang akan ditanam dapat dilihat dari hutan mangrove yang ada di sekitar lokasi tanam. Di desa Pagatan Besar banyak dijumpai tanaman api-api (Avicennia sp.) yang tumbuh subur secara alami di sekitar lokasi.Hal ini pertanda bahwa jenis yang sesuai pada lokasi tersebut adalah jenis api-api.
Tumbuhan api-api dikenal sebagai jenis pionir. Namun karena bentuk bijinya yang kecil, biasanya masyarakat banyak memilih jenis bakau (Rhizophora sp.). Jenis ini mempunyai buah yang panjang dan bisa ditanam secara langsung. Sedangkan benih api-api ukurannya lebih kecil dan tidak bisa langsung ditanam harus disemaikan lebih dahulu.
Pertumbuhan tinggi tanaman api-api lebih cepat dibanding tanaman bakau. Pada umur yang sama nampak bahwa tanaman api-api dapat dua kali lebih tinggi dari tanaman bakau.
Pertumbuhan yang cepat sangat diperlukan dalam mengantisipasi gangguan ombak dan sampah. Selain itu kelebihan lainnya tanaman api-api mulai berbuah sekitar umur 5 tahun. Buah yang jatuh dari tanaman ini diharapkan jadi anakan alami yang akan memperbanyak tanaman tumbuh.
Setelah diketahui jenis tanaman yang akan ditanam maka dibuat persiapan bibit dengan membuat persemaian dekat lokasi tanam, untuk memudahkan penanaman dan penyulaman tanaman.
Lokasi tanam sebaiknya dipilih lahan yang lumpurnya sudah mengeras seperti tanah liat. Kalau lumpur yang masih becek/cair tipis kemampuan lahan untuk mengikat tanaman rendah dan takutnya terbawa gelombang laut.
Waktu tanam harus memperhatikan musim ribut atau gelombang. Biasanya musim gelombang besar di Desa Pagatan Besar pada bulan November sampai Februari. Penanaman dapat dilakukan saat gelombang pasang tinggi sudah reda sekitar bulan Maret atau April. Hal ini untuk mengurangi resiko kegagalan dalam penanaman.
Perawatan dan Pengawasan
Hal yang penting dan harus dilakukan adalah perawatan dan pengawasan tanaman. “Jangan setelah tanam ditinggal begitu saja tanpa monitoring tanaman,” jelas Samdi.
Untuk memudahkan pengawasan dan perawatan tanaman adalah dengan membuat jembatan dermaga/tambatan perahu. Kegiatan pengawasan tanaman di desa Pagatan Besar dilakukan hampir tiap hari terutama pada awal-awal setelah tanam. Tanaman yang mati langsung disulam. Dengan adanya jembatan dermaga dapat memudahkan untuk melakukan kegiatan monitoring tanaman.
Jembatan dermaga dapat berfungsi memudahkan distribusi bibit dalam penanaman dan penyulaman, monitoring tanaman dari gangguan seperti sampah dan hama. Di Desa Pagatan Besar terdapat empat jembatan dermaga.
Partisipasi Masyarakat
Keberhasilan penanaman mangrove di Pagatan Besar tidak akan berhasil jika tidak dapat dukungan dari masyarakat. Dukungan dan partisipasi masyarakat dalam mendukung penanaman mangrove sangat penting.
Pada awal penanaman mangrove, ada sebagian masyarakat yang kurang setuju, namun berkat sosialisasi dan manfaat yang dihasilkan dari keberhasilan akhirnya masyarakat desa Pagatan Besar mau ikut berpartisipasi.
Dampak Penanaman Mangrove
Dengan keberhasilan penanaman yang dipelopori oleh Kepala Desa, Desa Pagatan Besar menjadi lokasi ekowisata yang banyak dikunjungi oleh masyarakat, perusahaan swasta, peneliti, mahasiswa, dan pelajar. Bahkan hutan mangrove ini sudah menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal.
Dengan adanya hutan mangrove ini menjadikan Desa Pagatan Besar masuk dalam 300 Besar Desa Wisata Indonesia yang ditetapkan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2021.
Dengan keberhasilan penanaman mangrove yang dilaksanakan di Desa Pagatan Besar, pada akhirnya mengundang dukungan dari banyak pihak. Tidak hanya dukungan dari pemerintah daerah saja, dukungan dari pihak swasta pun berdatangan.
Berdasarkan citra satelit terlihat tanaman mangrove sudah terlihat hasilnya. Diperkirakan sekitar 17 ha sudah tertutupi mangrove.
*) Peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN