Belum banyak yang tahu tentang manfaat daun karuk untuk kesehatan. Padahal khasiatnya sungguh luar biasa.
TAHUKAH Anda, jika Indonesia mempunyai sekitar 30.000 jenis tanaman obat, namun baru sekitar 10 % nya saja yang sudah dimanfaatkan.
Berbagai penyakit bisa disembuhkan dengan tanaman obat, karena adanya kandungan senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid dan fenol dalam tumbuhan tersebut. Salah-satu tanaman obat (herbal) tersebut adalah ‘karuk’.
Secara tradisional karuk dapat digunakan sebagai obat. Namun ada juga beberapa masyarakat menjadikannya tanaman hias
Nama ilmiahnya Piper sarmentosum Roxb. Keluarga Piperaceae ini memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan. Selain akar dan buahnya, bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal adalah daunnya.
Oleh orang Jawa tumbuhan ini disebut ‘cabe-cabean’. Orang Sunda menyebutnya ‘karuk’, lalu orang Sumatera menyebutnya ‘sirih dudu’ atau ‘karok’.
Bentuk daun karuk sama seperti daun sirih. Hanya saja daun tak sepopuler daun sirih. Begitu pula manfaatnya, belum banyak yang tahu tentang manfaat daun tumbuhan karuk untuk kesehatan.
Tumbuhan ini tersebar di Sumatra, Jawa, dan Maluku. Tumbuh di dataran rendah tropik. Status konservasinya cukup bagus. “Karuk sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Disamping itu, populasi di alam juga masih cukup banyak,” jelas Esti Munawaroh dari Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi-Badan Riser dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam artikel yang dikirimnya ke Redaksi GI, dijelaskan bahwa tumbuhan ini bisa ditemukan di sepanjang jalan, di antara tumbuh lain yang lebat, atau pada tempat yang lembab dan teduh.
Profil Karuk
Karuk merupakan tumbuhan herba, menjalar, dengan panjang sekitar 50 cm. Batang bulat, berkayu, beruas, halus, dan berwarna hijau pucat. Daunnya tunggal, berseling, tepi rata, ujung meruncing, pangkal berlekuk.
Pertulangannya melengkung, dengan jumlah urat 7. Tangkainya bulat dengan panjang ±2 cm dan berwarna hijau. Bunganya Majemuk, berbentuk bulir yang tumbuh di ketiak daun. Tangkainya silindris, dengan panjang 1,5–2 cm. Sementara daun pelindungnya bulat, benang sari banyak, ruang sari dua, putik, kecil, berwarna putih sampai putih kehijauan.
Buahnya lonjong, dengan panjang ±4 cm. Saat muda warnanya hijau pucat, namun setelah tua menjadi hitam. Bijinya bulat, berukuran kecil dan berwarna putih. Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, dan makin banyak di saat musim hujan.
Karuk berakar tunggang dan berwarna putih pucat.
Kaya Khasiat
Di kota, tumbuhan ini belum begitu popular. Tetapi di daerah –apalagi yang jauh dengan kota, tumbuhan karuk cukup banyak digunakan untuk obat tradisional. Bahkan karuk telah dimanfaatkan secara turun-temurun oleh masyarakat pedesaan.
Akan tetapi di tengah pesatnya perkembangan obat dari farmasi, maka pengobatan dengan tumbuhan secara tradisional lama-lama terlupakan.
“Untuk itu penulis mengingatkan kembali akan manfaat tumbuhan Karuk yang tumbuh di sekitar halaman atau pekarangan,” ungkap Esti. Dijelaskannya bahwa, berdasarkan berbagai literatur, dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Daun karuk merupakan salah-satu obat herbal tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit. Diantaranya untuk meredakan sakit kepala, menyembuhkan sakit asma serta kelemahan otot dan sakit perut. Daun karuk juga terbukti mampu mengobati panu.
Lalu bagaimana dengan buahnya? Buah karuk baik untuk kesehatan. Dapat mengobati sakit perut, yaitu dengan cara meminum air rebusannya pada waktu pagi dan sore.
Bisa juga untuk mengobati batuk dan sesak nafas. Caranya; diseduh dengan air mendidih, didiamkan sampai airnya hangat-hangat kuku dan setelah disaring lalu diminum setiap pagi.
Selain itu, ada masyarakat yang memanfaatkan akarnya sebagai obat. Manfaat akar karuk untuk kesehatan adalah dapat dijadikan sebagai obat malaria, yakni dengan meminum air rebusannya.
Di daerah Jawa Barat, akar karuk dibuat jus untuk mengobati batuk dan asma. Selain itu, bisa juga untuk mengobati sakit gigi dan susah buang air kecil. Caranya; akar karuk dimemarkan, lalu direbus dengan air secukupnya, disaring, kemudian diminum.
(Esti Munawaroh dari Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional – BRIN).
***Riz***