Dengan begitu diharapkan perilaku dunia usaha bisa berubah.
PAJAK karbon dapat mendorong industri untuk berinovasi dan beralih ke produk ramah lingkungan. Demikian disampaikan Dr. Meti Ekayani, Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, kemarin (Kamis, 07/11).
Pernyataan itu disampaikannya dalam kesempatan sebagai pemateri pada Carbon Accounting Training (CAT) di Kampus IPB Baranangsiang – Bogor. Dalam kegiatan yang dimotori oleh PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) tersebut, lebih jauh Meti menjelaskan, bahwa sektor dengan kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim tertinggi adalah energi dan transportasi, diikuti dengan sektor kehutanan.
“Carbon pricing atau nilai ekonomi karbon (NEK) merupakan salah satu bagian dari paket kebijakan komprehensif untuk mitigasi perubahan iklim,” ucapnya.
Dikatakan Meti, bahwa ada dua instrumen terkait NEK. Diantaranya ialah instrumen perdagangan (perdagangan sertifikat penurunan emisi) serta offset emisi yang merupakan
instrumen non perdagangan
(pajak karbon).
Ubah Perilaku
Dikatakannya bahwa tujuan pajak karbon adalah untuk mengubah perilaku para pelaku ekonomi dalam mendukung penurunan emisi mendorong inovasi dan investasi.
“Prinsip-prinsip penerapannya adalah keadilan. “Pencemar harus membayar,” tegas Meti. Selain itu pajak karbon harus terjangkau dan diterapkan secara bertahap.
Esensi dari pendekatan pajak adalah menyediakan insentif bagi para pencemar agar mereka dapat mencari sendiri cara terbaik untuk mengurangi emisi. Semakin tinggi pajak, semakin besar pengurangan emisi, dan sebaliknya.
Kapan implementasinya?
Menurut Meti, tak lama lagi pajak karbon akan diterapkan. Landasan hukumnya telah ditetapkan, sedangkan aturan-aturan turunan sedang disusun.
Peta jalan pajak karbon dirancang untuk transisi energi transisi yang adil dan berkelanjutan.
“Implementasi pajak karbon akan diselaraskan dengan mekanisme perdagangan karbon,” jelasnya.*
(Alya/Riz)
No comment