Dr. I Wayan S Dharmawan: Menyikapi NEK Sebagai Peluang Baru

Kebijakan internasional dan Nasional terkait Perubahan Iklim pun dibahas untuk memperkaya pengetahuan peserta Carbon Accounting Training (CAT).


SATU lagi pemateri yang sangat penting dalam kegiatan Pelatihan Penghitungan Karbon di Kampus IPB Baranangsiang, kemarin (Kamis 07/11). Dialah Dr. I Wayan Susi Dharmawan, Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam kesempatan itu Wayan menyampaikan materi yang berjudul “Dinamika kebijakan terkait perubahan iklim; Peluang dengan adanya kebijakan implementasi nilai ekonomi karbon”.
Dalam materi ini Peneliti BRIN itu menjelaskan tentang sumber emisi dan serapan dari perubahan tutupan lahan.

Harus Meyakinkan
Para peserta tampaknya begitu terkesan. Beberapa pertanyaan pun dilontarkan.
Salah seorang peserta bertanya; bagaimana cara mengetahui, apakah pada suatu lokasi pemerintah melakukan aksi mitigasi atau tidak?
Dijawab oleh Wayan; ya. Dia menambahkan, agar lebih meyakinkan, kalau perlu lakukan tracking ke lapangan. Tidak cukup hanya dengan  pemetaan.
Lebih jauh dijelaskannya, bahwa aktivitas pengurangan emisi dalam FOLU Net Sink Indonesia adalah kegiatan menekan deforestasi dan degradasi hutan alam. Untuk lebih nyata maka perlu tracking ke lapangan, selain pemetaan.

Peluang Ekonomi
Dengan adanya kebijakan implementasi nilai ekonomi karbon (NEK), maka sebuah peluang ekonomi baru pun muncul.
Namun diperlukan kesiapan yang matang dalam menyongsong prospek cerah tersebut. Diantaranya ialah dengan pemahaman yang cukup terkait ekonomi karbon.
Dikatakan Wayan, bahwa dalam hal penghitungan karbon, salah-satunya, harus jelas dan bisa dibuktikan secara ilmiah. Kegiatan penghitungan perlu diperkuat dengan fakta lapangan.
“Hal ini bisa dilihat dengan turun lapang, tidak bisa dilihat dari citra satelit saja,” ungkapnya di hadapan 42 peserta training di Kampus IPB Baranangsiang tersebut.


“Harus dilihat kegiatan mitigasinya dalam bentuk apa, apakah deforestasi atau pengkayaan. Selain itu juga bisa diperhatikan dari pengurangan pupuk kimia. Lalu, untuk rehabilitasi sudah diatur dalam kebijakan. Gunakan saja tahapan yang ada di SRN,” jelas Dr. I Wayan S Dharmawan.

FRL dan FREL
Pada materi berikutnya, masih di hari pertama pelatihan, peneliti BRIN itu memaparkan tentang FRL FREL. Apa dan bagaimana?
Terkait hal ini Wayan membahas dari segi pendekatannya.
Dijelaskannya, pada FREL hanya menangani emisi deforestasi dan degradasi. Sedangkan FRL juga menangani  upaya peningkatan karbon.*
(Alya/Riz)

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *