Penghitungan penurunan emisi sawit dapat dapat dilakukan dengan memerhatikan sisi pengelolaan limbah, pengembangan bio energi, dan kegiatan lainnya di sebuah perkebunan kelapa sawit.
HUTAN primer dan sekunder merupakan penyimpan karbon yang terbesar. Demikian diungkapkan Muhammad Ridwan, Direktur Eksekutif PT. Cedar Karyatama Lestarindo, yang juga Ahli Carbon Accounting, hari ini di Bogor (Kamis, 07/11).
“Untuk mendapatkan potensi akurasi karbon yang tinggi, perlu diketahui perbandingan potensi karbon tiap tipe vegetasi,” jelasnya saat memberikan materi pelatihan kepada 42 peserta training yang berasal dari sejumlah instansi dan berbagai daerah di Indonesia. Ditambahkannya, bahwa hal itu adalah untuk mengetahui potensi penurunan emisi sesuai FREL nasional untuk mendapatkan Tier 3.
Ridwan pun memberikan kesempatan kepada seluruh peserta training untuk berdiskusi. Spontan saja, masih diawal presentasi, seorang peserta bernama Christian Natalie (Yayasan KEHATI) mengacungkan tangan.
“Apakah jumlah karbon di Tier 3 lebih tinggi daripada Tier 1 dan Tier 2?.” Demikian Dia bertanya.
“Belum tentu,” jawab Ridwan. Dijelaskannya bahwa Tier merupakan tingkat kerincian data.
“Tier 2 didapatkan dari tingkat nasional, sedangkan Tier 3 lebih rinci,” imbuh praktisi penghitungan karbon tersebut.
Soal Sawit
Lalu ada lagi yang bertanya. Ahfi Wahyu Hidayat (Yayasan KEHATI – TFCA Kalimantan) misalnya, kepada pemateri dia menanyakan; ‘Apakah sawit sudah dikategorikan sebagai tanaman hutan atau belum?”
Pemateri menjawab; Belum.
“Sebenarnya pada umur tertentu, sawit memiliki kambium dan ciri mirip pohon lain. Namun Indonesia belum menerapkan sawit sebagai tanaman hutan. Lalu, jika pertanyaannya mengenai metode apa saja yang bisa digunakan untuk menghitung penurunan emisi sawit, maka dapat memerhatikan dari sisi pengelolaan limbah, pengembangan bio energi, dan kegiatan lainnya di sebuah perkebunan kelapa sawit,” papar Ridwan.
Direktur Eksekutif PT. CKL itu pun memaparkan perlunya data baseline dan perhitungan dalam aksi mitigasi yang akan dilakukan. Dikatakannya, bahwa ada dua jenis baseline; historical baseline atau forward looking.
“Historical baseline menggunakan basis masa lalu untuk memperkirakan masa depan. Forward looking dapat digunakan jika pihak tertentu, misalnya Pemda, telah memiliki perencanaan terkait,” ungkap Ridwan.*
(Alya/Riz)
No comment