Bersaing; Minyak Sawit vs Minyak Kedelai

Meskipun minyak sawit diuntungkan karena harganya yang kompetitif, namun minyak kedelai lebih dihargai dalam perdagangan global terutama di pasar Eropa dan Amerika.

PRODUKSI minyak nabati mengalami tren peningkatan seperti pada tahun 2022 dan 2023 dengan margin masing-masing sebesar 0,12% dan 3,49%. Proyeksi produksi minyak dunia mencapai 241,38 juta MT pada tahun 2024. Demikian diungkapkan Fajril Amirul – dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).  

Fajril Amirul

Hal itu disampaikannya pada Konferensi Internasional Minyak Nabati (VOICe) 2023, di Kampus IPB Baranangsiang – Bogor, beberapa hari lalu. Lebih jauh Fajril menjelaskan, ada beberapa faktor yang mendorong peningkatan produksi komoditas tersebut.

Diantaranya adalah; (a) meningkatnya hasil biji rapeseed dan biji bunga matahari di Eropa, (b) melonjaknya tingkat produktivitas minyak sawit Indonesia, (c) komitmen pemerintah Malaysia untuk menaikkan kembali hasil panen kelapa sawitnya, dan (d) perluasan produksi kedelai untuk biodiesel, khususnya di Amerika.

Menurutnya, telah terjadi rata-rata permintaan yang meningkat 2% setiap tahun selama 5 tahun terakhir. Hal tersebut seiring dengan peningkatan populasi global. Disamping itu, konsumsi diperkirakan akan lebih tinggi karena meningkatnya pasar biofuel.

Di lain pihak, ketegangan geopolitik yang tinggi saat ini serta masalah produksi minyak nabati dalam negeri yang belum terselesaikan di Tiongkok, India, dan Pakistan, membuka peluang bagi minyak sawit dan kedelai untuk mengisi kesenjangan antara pasokan vs permintaan.

Sawit vs Kedelai

Dikatakannya bahwa produktivitas kelapa sawit yang tinggi tercermin dari rendahnya harga jual. Mengapa?

Dijelaskan lebih jauh, bahwa ketersediaan stok yang banyak dan stabil sepanjang tahun menimbulkan persaingan antara minyak sawit dan kedelai. Meskipun minyak sawit diuntungkan karena harganya yang kompetitif, namun minyak kedelai lebih dihargai dalam perdagangan global terutama di pasar Eropa dan Amerika.

Menurut Fajir, produksi kedelai dalam jumlah besar untuk mendukung biodiesel dalam negeri di AS, telah menyebabkan kebutuhan lahan yang luas untuk bercocok tanam.

Namun jumlah produksinya diperkirakan tidak lagi mampu melayani pasar ekspor potensial. Hal ini menyebabkan harga kedelai memiliki kualitas premium yang lebih tinggi dibandingkan minyak sawit.

Peran Penting Sawit

Dikatakannya bahwa minyak sawit memenuhi konsumsi dalam negeri sebesar Rp33,59 triliun dari nilai perdagangan. Sementara dari kegiatan ekspor, kelapa sawit menyumbang 14% nilai tambah ekspor nonmigas atau sebesar USD39,28 triliun.

Sejalan dengan strategi pembangunan nasional untuk meningkatkan investasi dalam negeri, tampaknya kelapa sawit memainkan perannya. “Kelapa sawit memacu investasi di lokasi biodiesel dengan kapasitas lebih dari 17 juta KL senilai USD1,78 miliar,” ungkap Fajril Amirul. Bahkan menurutnya, kelapa sawit mampu menyumbang Rp 45 – 50 triliun per tahun terhadap pembangunan nasional dari kewajiban perpajakan.

***Riz***

Redaksi Green Indonesia