Soal perizinan dikeluhkan sebagai pangkal musabab terseok-seoknya penerapan sistem Multi Usaha Kehutanan (MUK). Kebijakan kehutanan dituding sebagai penghambat pembangunan.
SEBENARNYA ini bukanlah ‘barang baru’. MUK sudah disosialisasikan sejak 2020. Namun sayang, hingga kini pelaksanaannya masih terseok-seok dengan hambatan dan kendalanya sendiri.
Demikian, seperti dikatakan Prof. Dr. Ir. Subarudi, dari Pusat Riset Kependudukan – BRIN, dalam FGD yang digelar IPB University di Bogor kemarin (Senin, 20/11).
Lebih jauh Dia menilai, sudah seringkali dilakukan sosialisasi terhadap kebijakan MUK. Tetapi kenyatannya; masih banyak pengusaha, khususnya pemegang PBPH, mengeluhkan lamanya proses pembaharuan izinnya.
“Hal ini penting dikaitkan dengan artikel yang ditulis oleh Prof. Sudarsono S, bahwa kebijakan kehutanan sebagai penghambat percepatan implementasi kebijakan pembangunan,” ungkapnya.
Setelah menjalani beberapa kali webinar terkait dengan konsep dan implementasi MUK, Peneliti BRIN ini menilai, perlunya menyusun langkah-angkah konkrit penyelesaian terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanannya.
Optimasi – SPHL
Menurut Subarudi, MUK adalah bagian dari Sistem Pengelolan Hutan Lestari (SPHL)
untuk optimalisasi pemanfaatan hutan.
“MUK merupakan salah satu konsep pengelolaan lahan berbasis lanskap yang memiliki peranandalam mendukung pencapaian NDC dan pemenuhan target Folu Net Sink 2030. MUK itu dapat diterapkan oleh pemegang PBPH dalam rangka meningkatkan aktivitas bisnis perusahaan di dalam kawasan hutan,” jelas Subarudi.
Ditambahkannya, bahwa penerapan beberapa kegiatan usaha kehutanan berupa usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan HHBK. “Begitu juga usaha pemanfaatan JasLing untuk mengoptimalkan kawasan hutan pada HL dan HP (PP No. 23/2021),” tambahnya.
Dengan MUK, maka PBPH tidak hanya berorientasi kayu, tetapi optimalisasi seluruh potensi kehutanan (jasling hingga HHBK). Diantaranya; kepastian kawasan, jaminan berusaha, peningkatan produktivitas hutan, tumbuhnya diversifikasi produk, hingga menghadirkan daya saing hasil hutan Indonesia di tataran internasional.
***Riz***