Agung B. Supangat*)
“Beragamnya manfaat dari tanaman Vetiver menyebabkan kenapa disebut rumput ajaib. Selain sebagai penghasil minyat atsiri, rumput ini dikenal handal sebagai tanaman konservasi tanah dan air”
TAHUN 2020 lalu, pada acara Rakornas Penanggulangan Bencana, Presiden Joko Widodo memperkenalkan vetiver sebagai tanaman untuk mencegah banjir dan longsor. Ini tepat, karena diketahui bahwa vetiver punya akar yang dalam dan kuat sampai diibaratkan dapat “mencengkeram bumi”.
Konon, kekuatannya setara seperenam kawat baja.
Sebenarnya, pemanfaatan rumput vetiver sebagai tanaman konservasi tanah dan air (KTA) bukan hal yang baru. Rumput ini telah dikenal di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Kala itu vetiver lebih dikenal sebagai tanaman penghasil minyak atsiri ketimbang sebagai tanaman konservasi KTA.
Baru pada tahun 1990-an, tim dari Bank Dunia ikut menyebarluaskan informasi tentang vetiver sebagai tanaman konservasi melalui berbagai kegiatan seminar dan pertemuan ilmiah. Berbagai bukti ilmiah menyebutkan keampuhan rumput ini.
Rumput Ajaib
Vetiver (Vetivera zizanoides) dikenal juga dengan nama lokal “akar wangi”. Sekilas, tanaman rumput-rumputan (Gramineae) ini mirip sereh (serai) wangi. Bedanya, daun vetiver tidak mengeluarkan aroma wangi seperti daun sereh wangi.
Sebagai penghasil minyak atsiri dari bagian akarnya, telah dikenal sejak sebelum perang dunia II. Produk akar dari vetiver pun telah tercatat sebagai komoditas ekspor Indonesia, walaupun masih dalam bentuk akar (Heyne, 1987).
Hasil ekstraksi minyak dari akar vetiver mengeluarkan aroma yang sangat harum dan khas. Dalam perdagangan dunia, minyak akar wangi dari Indonesia dijuluki “Java Vetiver Oil”.
Aroma yang wangi, lembut, halus dan unik, disebabkan oleh senyawa “Ester” dari asam Vetivenat dan adanya senyawa Vetiverone serta Vetivenol, yang konon sampai saat ini belum dapat dibuat secara sintetis. Minyak ini banyak digunakan dalam pembuatan parfum, kosmetika, pewangi sabun dan obat-obatan.
Vetiver dapat berumur tahunan. Daunnya bisa tumbuh setinggi 1,5 hingga 2 meter, sedangkan akarnya dapat tumbuh ke dalam tanah sampai lebih dari 5 meter. Rumput ini dapat tumbuh mulai dataran rendah sampai dataran tinggi di atas 1.000 m dpl. Curah hujan optimum untuk pertumbuhan rumput vetiver adalah 2000 – 3000 mm/tahun, pada kisaran suhu udara 17 – 27 oC, dan tahan cuaca kering (Grimshaw & Helfer, 1989).
Rumput vetiver dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, terutama jenis tanah Regosol dan Andosol dengan drainase yang baik. Tumbuhan ini mudah diperbanyak secara vegetatif, yakni dengan menanam potongan umbi bermata tunas dari tanaman yang berumur minimal satu tahun.
Disebut “rumput ajaib”, lantaran memiliki banyak fungsi. Layaknya pohon kelapa, semua bagiannya bermanfaat. Selain sebagai tanaman KTA yang efektif, pangkasan daunnya dapat dijadikan hijauan makanan ternak atau sebagai mulsa penutup tanah. Akarnya dapat diekstrak menjadi bahan baku minyak atsiri serta berbagai kerajinan tangan dan hiasan.
Sentra tanaman vetiver sebagai bahan baku minyak akar wangi adalah kabupaten Garut. Di Garut, penanaman vetiver secara hamparan telah ada sejak lama. Hasil olahannya diekspor ke Belanda.
Aroma akar vetiver bersifat unik, karena bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Hasil analisis contoh akar oleh Ballitro (1991), menunjukkan kandungan kadar minyak atsiri sebesar 2,8 persen, dengan kadar air akar mencapai 30 persen.
Selain minyak atsiri, akar vetiver juga banyak dikembangkan sebagai bahan produk berbagai kerajinan, seperti karpet, tas, tempat tisu serta handicraft lainnya. Omset bisnisnya mencapai puluhan juta rupiah. Garut, Solo, dan Gunung Kidul menjadi sentra pengembangan akar vetiver untuk berbagai kerajinan.
Sebagai Tanaman KTA
Kehebatan vetiver sebagai tanaman konservasi tanah dan air (KTA), telah dibuktikan di Thailand, Karibia, India, Afrika, Fiji, Malaysia, Vietnam, Queensland dan Australia.
Sebagai KTA, vetiver memiliki sejuta manfaat, diantaranya sebagai tanaman untuk reklamasi lahan yang dapat memperbaiki kualitas tanah (Oshunsanya et al., 2012), mengendalikan aliran permukaan (runoff) dan erosi tanah (Supangat et al., 2002; Kavian et al., 2018; Aziz et al, 2022).
Tanaman ini dapat mengendalikan kehilangan unsur hara tanah (Oshunsanya et al., 2012), stabilisasi lereng curam (slope stabilization) seperti tebing jalan maupun tebing sungai (Sathi, 2013; Abonal et al., 2019), serta sebagai media fitoremediasi pencemaran baik tanah dan air (Islam et al., 2023), dan dapat meningkatkan produksi tanaman (Hailu et al., 2020).
Di Thailand, Raja King Bhumibol Adulyadej menyatakan bahwa penanaman rumput vetiver sebagai metode KTA yang sangat praktis, efektif dan tidak mahal. “Vetiver: a Miracle Grass”.
Teknik aplikasi vetiver sebagai tanaman konservai tanah antara lain dalam bentuk strip rumput (grass barrier) baik pada lahan olah maupun ditanam sebagai rumput penguat di bibir teras.
Sebagai pengendali longsoran/erosi tebing curam (stabilitas lereng), vetiver juga dapat ditanam baik dalam bentuk hamparan maupun strip di tebing jalan (road side protection) maupun tebing sungai (riverbank protection). Selain itu, sebagai tanaman fitoremediasi, vetiver juga dapat ditanam di badan air atau saluran.
Berdasarkan catatan dari Litbang Kemeterian PU (www.litbang.pu.go.id), pemanfaatan vetiver sebagai tanaman konservasi memiliki beberapa keunggulan. Diantaranya ialah daya tumbuh dan daya adaptasi yang sangat luas pada berbagai kondisi tanah, seperti tanah masam, tanah bersalinitas tinggi dan mengandung banyak natrium, tanah yang mengandung logam berat, serta pada rentang pH tanah yang panjang.
Vetiver pun tahan terhadap variasi cuaca seperti kekeringan, banjir, genangan dan suhu ekstrim. Akarnya mampu menembus lapisan keras hingga kedalaman 5 m. Sangat mudah dan praktis ditanam, tidak mahal, dan mudah dipelihara.
Sebagai Tanaman Budidaya
Ada hal yang perlu menjadi perhatian ketika vetiver ditanam sebagai tanaman budidaya akar wangi. Biasanya hamparan tanaman vetiver akan dipanen akarnya dengan cara dibongkar tanahnya bahkan sampai kedalaman 1 meter.
Pada fase ini, alih-alih vetiver berfungsi sebagai tanaman konservasi, justru potensi erosi tanah akan sangat besar karena kondisi tanah terombak dan terbuka. Apalagi jika berada di lahan yang miring
Untuk mengatasi hal tersebut, disarankan beberapa strategi untuk mengurangi potensi erosi dan degradasi tanah, antara lain: 1) budidaya sebaiknya dilakukan di lahan yang relatif datar; 2) dalam satu hamparan dilakukan penanaman dengan cara blok yang tidak bersamaan (berbeda umur), sehingga panen akar dapat dilakukan secara bergiliran.
Selanjutnya; 3) pemanenan akar dilakukan pada musim kemarau, dan segera dilakukan penanaman kembali untuk menutup tanah yang terbuka; serta 4) bisa dikombinasikan dengan strip rumput vetiver yang difungsikan sebagai tanaman konservasi dan tidak dipanen akarnya.
Penulis menilai, pengembangan vetiver perlu terus digalakkan. Harapannya, melalui gerakan penanaman rumput ini, selain mendukung program pemerintah untuk kegiatan konservasi mengendalikan potensi degradasi lahan, juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat terkait bisnis minyak atsiri dan kerajinan tangan.
*)Peneliti Ahli Madya bidang Hidrologi, Konservasi Tanah dan Air. Pusat Riset Ekobolgi dan Etnobiologi, BRIN
***Riz***