Sisi Lain Akar Gantung, Si Cantik Penghias Rumah

Yessi Santika dan Arief Hidayat

Inilah sisi lain tumbuhan akar gantung dan kerabatnya. Masyarakat Amazon mengenalnya sebagai ‘plant-insulin’ dan digunakan dalam pengobatan diabetes. Tanaman ini juga dimanfaatkan untuk pengobatan bisul bernanah, haemorrhage dan epilepsi.

TAK kenal maka tak sayang, mungkin ungkapan yang tepat bagi tumbuhan ini. Tanaman hias yang satu ini cukup umum ditemui di sekitaran wilayah Jawa Barat.

Tumbuhan yang merupakan tanaman introduksi, di Indonesia lebih dikenal dengan nama dagang Curtain Ivy atau akar gantung. Hal ini merujuk pada tendrilnya yang memanjang dan membentuk seperti tirai, jika tumbuh sebagai pergola.

Tumbuhan ini pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor, sebagai tumbuhan koleksi eksotis. Saat ini, Cissus verticilata sudah meliar dan banyak dijumpai di pinggir jalan, merambat di pohon-pohon peneduh, ataupun tiang listrik.

Di dalam  PERMEN LHK no. P. 94 tahun 2016, jenis ini masuk dalam daftar tumbuhan invasive Indonesia. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, invasive artinya organisme, asli atau bukan, yang mengolonisasi habitat tertentu secara masif dan dapat menimbulkan kerugian ekologi, ekonomi, dan sosial.

Tumbuhan ini native di daerah Amerika Tengah dan Selatan, menyebar ke daerah Carribian, Indonesia dan Hawai. Di daerah asalnya, jenis ini banyak dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat lokal sejak jaman dulu.

Drobnik & de Oliviera (2015) dalam Journal of Ethnopharmacology, disebutkan bahwa masyarakat lokal Meksiko dan Haiti telah menggunakan tumbuhan ini sejak abad ke-15. Penelitian mengenai pengungkapan zat aktif dalam tumbuhan ini telah banyak dilakukan.

Dalam ilmu pengobatan Brazil, masyarakat Amazon mengenal Cissus verticilata sebagai ‘plant-insulin’ dan digunakan dalam pengobatan diabetes. Selain itu, tanaman ini juga dimanfaatkan untuk pengobatan bisul bernanah, haemorrhage dan epilepsi.

Ciri Morfologi

Ciri-ciri morfologi umum dari C. verticilata adalah tumbuh merambat, daun simpel, dengan bentuk sagitatus. Terdapat akar gantung (tendril) dari buku batangnya. Perbungaannya umbeliformis, dengan posisi berhadapan tendril. Bunga bisexual, berwarna putih, berukuran kecil < 5mm. Buah yang berbentuk seperti anggur, merupakan makanan bagi burung dan mamalia. Sehingga penyebaran secara generative tumbuhan ini dibantu oleh burung dan mamalia pemakan buah-buahan tersebut.

C. verticilata sangat mudah merambat di antara kanopi pepohonan. Sehingga jika tidak dikendalikan, dia akan menutupi kanopi pohon tersebut.

Jenis ini tidak bersifat pencekik ataupun penghisap, yang bisa menyebabkan kematian bagi pohon yang ditumpanginya. Akan tetapi dengan masifnya massa, dalam jangka panjang bisa mengganggu proses fotosintesis tanaman yang ditumpangi, karena terhalangnya sinar matahari.

Keragaman di Indonesia

Cissus merupakan salah satu marga dari kelompok anggur-angguran (Vitaceae). Marga ini terdiri dari sekitar 350 jenis di dunia dan merupakan marga terbesar dalam Vitaceae. Jenis-jenisnya cosmopolitan dengan area distribusi utamanya di daerah tropis.

Di Indonesia sendiri, jenis-jenis Cissus tersebar dari Sumatra hingga Papua. Jenis-jenisnya umum ditemui di area pinggiran hutan yang terbuka, area tepi aliran sungai dan area terbuka lainnya.

Jenis Cissus lain yang dipergunakan sebagai tanaman hias adalah C. javana, memiliki daun yang cantik dengan warna hijau keunguan dengan kilauan perak. Jenis ini native pulau Jawa, masyarakat local biasa menyebutnya irah-irahan atau beubeureuman dalam Bahasa Sunda.

Cissus quadrangularis, banyak ditanam di pekarangan rumah karena sudah ternaturalisasi di Jawa. Jenis ini merupakan jenis asli yang tersebar di tropical Afrika, Arab, Madagascar, India dan Srilanka. C. quadrangularis memiliki bentuk hidup yang unik dengan batang segiempat berdaging.

Masyarakat Jawa memanfaatkan daun dan batang mudanya untuk mengobati bisul dan meredakan luka bakar. Selain itu, tumbukan daun dapat mengobati gejala rematik hingga patah tulang. Di India, jenis ini dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional Ayurveda. Bahkan ekstrak tumbuhan ini sudah dijual sebagai supplement tulang dan sendi di market place Amazon.

Di Indonesia sendiri, kerabat anggur liar ini belum banyak diteliti dan dimanfaatkan oleh masyarakat, kecuali untuk taksa yang merupakan inang Rafflesia, yaitu jenis-jenis Tetrastigma. Tetrastigma papilosum juga dimanfaatkan sebagai tali pengikat yang lebih kuat dari rotan.

Berdasarkan PROSEA, beberapa jenis Cissus yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di beberapa daerah, diantaranya  jenis C. adnata di Jawa dimanfaatkan air tumbukan akarnya digunakan sebagai obat batuk. Sedangkan juice batang mudanya dimanfaatkan untuk meredakan diare dan batuk. Masyarakat Malay Peninsula memanfaatkan tumbukan daun C. hastata, untuk mengobati bisul.

Berdasarkan berbagai sumber, C. verticilata dan kerabatnya ini bermanfaat dalam pengobatan karena kandungan zat aktifnya. Sebagai tanaman introduksi, jenis ini hanya dikenal karena keunikannya sebagai tanaman hias, akan tetapi pengungkapan potensi lain di balik itu ternyata belum banyak tereksplore.

Tentang Penulis

Yessi Santika, S.Si., M.Si. Lahir di Bandung  44 tahun yang lalu. Memulai karir sebagai peneliti di Herbarium Bogoriense LIPI pada tahun 2005, yang sekarang menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Saat ini tergabung di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi dengan fokus penelitian suku Vitaceae dan anatomi tumbuhan secara keseluruhan. Tahun 2008 melanjutkan studi S2 di Biologi Tumbuhan IPB dengan tema penelitian hubungan kekerabatan suku Zingiberaceae. Hingga saat ini penulis sudah mencapai jenjang Peneliti Ahli Muda dengan fokus penelitian biosistematika, khususnya menggunakan pendekatan anatomi.

Arief Hidayat, S.Si., M.Si. Adalah Peneliti Senior bidang tumbuhan paku di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi. Lahir di Jakarta. Lahir bulan Mei 52 tahun yang lalu dan bergabung dan memulai karir di Herbarium Bogoriense LIPI pada tahun 1993. Sekarang tergabung dalam Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (BRIN). Pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan pasca sarjananya di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan judul thesis “The Fern Diversity of South East  Sulawesi.” Saat ini menempati jabatan fungsional sebagai Peneliti Ahli Madya dengan bidang keahlian tumbuhan paku (Pteridophyta).

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *