Merawat Ekosistem Pesisir, Menakar Karbon Biru

Potensi karbon biru (blue carbon) di pesisir masih belum banyak tereksplorasi karena masih minimnya riset dan data. Padahal Indonesia memiliki potensi besar, dengan hutan mangrove terbesar di dunia.

PAPARAN Dr. Dadan Mulyana pada Coaching Metodologi Seri 1, Jumat 15 Oktober 2021 lalu, sungguh mengesankan. Sebagai mentor, pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) cukup atraktif dalam pemaparannya.

Potret senja di pesisir serta sunyinya laut berlatar mangrove nan hijau yang ditampilkan pada halaman presentasi, terasa ‘membius’.  Dalam suasana demikian, pakar yang juga Redaktur Majalah GI itu melontarkan bait-bait kalimat menggugah hati; ‘menjalar dan menyayat’. Tampaknya, sebagai mentor,  Dia berupaya menyadarkan pentingnya memelihara karbon biru bagi perkembangan generasi unggul, sebagai penggenggam peradaban dimasa depan.

Sebelumnya, Dr. Yonvitner, Kepala PKSPL IPB University, sebagai penyelenggara kegiatan Coaching Metodologi Serie 1, menyatakan bahwa Indonesia memiliki luas hutan mangrove terbesar di dunia. “Mangrove merupakan salah-satu ekosistem yang potensial penyimpan karbon terbesar bersama lamun (seagrass) dan saltmarsh,” ungkapnya.

Dr. Yonvitner, Dr. Dadan Mulyana (atas). Muhammad Ridwan, Allin Rahmah Yuliani (bawah)

Yonvitner menambahkan bahwa potensi karbon biru (blue carbon) di pesisir itu masih belum banyak tereksplorasi karena masih minimnya riset dan data. “Untuk itulah PKSPL mengadakan kegiatan ini,” jelasnya.

Pentingnya Ekosistem Pesisir

Dikatakan oleh Dadan Mulyana, bahwa ekosistem lamun berperan penting, diantaranya ialah untuk meredam ombak dan melindungi pantai, tempat pemijahan (spawning ground), sebagai daerah tempat asuhan larva (nursey ground), tempat  makan (feeding ground) dan merupakan rumah tempat tinggal beragam makhluk.

Menurut Dadan, istilah karbon biru (blue carbon) digunakan untuk karbon yang diserap, disimpan dan dilepaskan kembali oleh ekosistem vegetasi laut (mangrove dan padang lamun). Karbon biru menjadi layanan ekosistem yang penting, terutama karena terkait aksi mitigasi perubahan iklim.

“Bumi akan slalu mencukupi kebutuhan semua  manusia, namun tidak untuk memenuhi keserakahan satu manusia,” tutur Doktor yang rajin menulis artikel tersebut.

Penghitungan Karbon

Dr. Dadan pun menegaskan, bahwa kerusakan ekosistem mangrove merupakan salah-satu ancaman bagi generasi di masa depan. Untuk itu upaya peningkatan karbon biru di mangrove menjadi sangat penting. Caranya ialah dengan menjaga kelestarian mangrove yang baik, merehabilitasi mangrove yang rusak, serta perlunya upaya berkesinambungan untuk memberikan edukasi pada generasi muda.

Bahkan, keberadaan karbon biru di ekosistem pantai (mangrove dan padang lamun) pun perlu dihitung. Mengapa? Karena, menurut Muhammad Ridwan, juga mentor dalam kegiatan coaching tersebut,  penghitungan diperlukan agar didapatkan akurasi jumlah karbon secara pasti dalam sebuah ekosistem. Ditambahkannya, bahwa hutan primer dan sekunder merupakan penyimpan karbon (c) terbesar bila dibanding tipe penggunaan lahan yang lain seperti pertanian, padang rumput atau semak belukar.

“Jadi kegiatan penghitungan diperlukan untuk mendapatkan potensi akurasi karbon yang tinggi, mengetahui perbandingan potensi karbon tiap tipe vegetasi,” ungkap Ridwan.

Dalam kesempatan coaching tersebut, ahli matematika karbon yang juga dari IPB itu menyarankan penggunaan metodologi yang sudah standar. Selain itu, menurutnya, gunakan metodologi sesuai dengan karakteristik yang disyaratkan (tipe hutan, jenis kayu atau curah hujan).

Ridwan – yang juga Pemimpin Umum Majalah greenindonesia.co itu, memaparkan beberapa metode perhitungan karbon. Diantaranya ialah dengan Metode Destruktif (ditebang, dicabut dan ditimbang). Model ini adalah yang akurasinya paling tinggi. Disamping itu ada pula yang disebut Metode Alometrik, yakni dengan penggunaan persamaan statistik atau menggunakan rumus yang sudah ada.

Ditambahkannya bahwa bagian karbon yang dihitung meliputi di atas tanah, bawah tanah, hingga kayu mati dan serasah.

Pada kesempatan lain, seorang mentor,  Allin Rahmah Yuliani, juga dari IPB, memaparkan metode identifikasi tumbuhan pada ekosistem mangrove dan padang lamun. Dijelaskannya, bahwa cara pengenalan tanaman bisa ditetapkan bedasarkan bentuk pohon, bentuk akar, bentuk buah, bentuk dan susunan daun, rangkaian bunga serta berdasarkan habitat tempat tumbuh.

***Riz***

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *