Tidak semua tanaman sudah ada rumus alometrik karbonnya. Masih sedikit penelitian yang menyediakan rumus alometrik karbon dari pohon teh.

HALIMUN, atau dalam Bahasa Indonesai berarti Kabut, merupakan nama sebuah kampung di Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Fakta yang menamai daerah ini sebagai Halimun dikarenakan kondisi alamnya yang cukup extrem, dimana mulai pukul 12 siang, kabut disertai hujan sudah mulai turun hingga malam. Ketinggian di daerah ini sekitar 800 sampai 900 mdpl, sangat cocok untuk ditanami alpukat miki dan kopi robusta.

FoLu Net Sink (forest and other landuse carbon sink) merupakan program yang dicanangkan pemerintah Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara zero net emission pada tahun 2030. ASTRA bersama IPB University bekerjasama untuk melakukan reboisasi di beberapa tempat di Indonesia, salah satunya di Kampung Halimun, Garut.

Muhammad Ridwan, ahli karbon, beserta mahasiswa OVOC (one village one CEO) dari IPB  (Nugraha, Reza, Fuji, Jordan, Rakha, Adril, Eris, Mei, Siska, dan Laras) diturunkan untuk menghitung dugaan baseline stok karbon sebagai langkah awal dari reboisasi. Seperti diketahui, bahwa karbon merupakan salah satu emisi dari gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hal ini dapat diatasi dengan penyerapan dan penyimpanan karbon di dalam tumbuhan.

Perhitungan karbon dimulai dengan melakukan pengambilan foto udara menggunakan drone untuk mendapatkan tutupan lahan terbarunya. Foto udara tersebut selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan FREL (Forest Reference Emission Level) dan didapatkan 5 klasifikasi, yaitu estate crop, dry shrub, mixed agriculture, bare land, dan settlement areas dan dibuatkan 3 – 5 petak sample per tutupan lahan menggunakan simple random sampling dan purposive sampling.

Perhitungan karbon dimulai dengan membuat petak lingkaran menggunakan tali rapia yang sudah ditandai. Lingkaran terluar dengan jari-jari 11,28 m atau setara dengan petak 20×20 m, merupakan petak untuk menghitung banyaknya pohon. Lingkaran dengan jari-jari 5,64 m atau setara dengan petak 10x10m merupakan petak untuk menghitung banyaknya tiang.

Lingkaran dengan jari-jari 2,82 m atau setara dengan petak 5×5 m merupakan petak untuk menghitung banyaknya pancang. Terakhir, Lingkaran dengan jari-jari 1,13 m atau setara dengan petak 2×2 meter merupakan petak untuk menghitung banyaknya semai dan tumbuhan bawah.

Semai dan tumbuhan bawah dibersihkan dan ditimbang semuanya, lalu diambil sample nya sebanyak tidak lebih dari 300 gram yang nantinya akan diuji di labolatorium. Pancang, tiang, dan pohon cukup dihitung diameternya, yang nantinya karbonnya akan diduga dengan rumus alometrik dari penelitian yang sudah ada.

Alpukat dan Kopi

Namun, tidak semua tanaman sudah ada rumus alometrik karbonnya. Masih sedikit penelitian yang menyediakan rumus alometrik karbon dari pohon teh. Oleh karena itu, tim IPB menimbang dan mengambil sampel dari seluruh bagian dari pohon teh, mulai dari batang, ranting, daun, dan akarnya.

Kendala dalam pengambilan data pohon teh cukup sulit, dimulai dari perizinan penebangan pohon teh, penggunaan alat berat seperti chainsaw, serta pengambilan akar yang sangat menguras tenaga. Pengambilan data ini diharapkan dapat membantu menduga stok karbon dari pohon teh di Indonesia dengan lebih akurat.

Tahapan selanjutnya ialah penanaman ribuan pohon alpukat miki dan kopi robusta diharapkan dapat segera dilakukan. Kedua jenis tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam waktu 3 sampai 5 tahun diharapkan sudah dapat dipanen.

Diharapkan kegiatan ini dapat menjadi solusi, baik dalam reboisasi, maupun dalam meningkatkan kesejahteraan petani di Garut dan daerah lainnya di Indonesia.

***Nugraha Akbar Nurrochmat***