Awal tahun ini (2024) sejumlah wilayah di Sumatera, dalam waktu nyaris bersamaan terpapar musibah banjir dan tanah longsor. Curah hujan yang tinggi, dan diluar dugaan menjadi penyebabnya. Dampak perubahan iklim?
LAMA tak bersua. “Mampirlah kalau sempat, dekatnya itu..! Paling 2,5 sampai tiga jam dari Pelalawan ke Pekan Baru.” Demikian ucap seorang teman GI via ponsel sebelum berangkat dari Jakarta ke Riau, jelang pertengahan Januari lalu.
Tapi apa yang terjadi? Usai landing di Bandara Syarif Kasim II Pekan Baru, Tim kami –PT. Cedar Karyatama Lestarindo (CKL) dan GI (greenindonesia.co), terpaksa memilih jalur memutar jauh untuk menuju Pelalawan. Bukan tiga jam, tapi 13 jam.
Pangkal balanya adalah; jalur terdekat Ibukota Provinsi Riau menuju Kabupaten Pelalawan didera banjir bandang.
Kunjungan sepekan PT. CKL ke wilayah itu adalah untuk melakukan pengambilan sampel stok karbon dan pembuatan Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM) perubahan iklim. Dimana, sesuai ketentuan pemerintah, bahwa semua pihak di negara ini harus berkontribusi dalam upaya penurunan emisi karbon. Lalu sebagai media yang concern hal itu, GI pun ikut berperan mencatat serta menginformasikan kiprah positif dari kepedulian dunia usaha dalam pencapaian target nasional (NDC) tersebut.
Hingga sepekan liputan lapangan di perkebunan kelapa sawit, banjir masih saja memutus Jalur Lintas Timur Sumatera (Jalintim) itu. Berganti moda transportasi di lokasi banjir menjadi pilihan demi mengingat waktu tempuh sebelumnya yang boros dan melelahkan.
Perahu klotok menjadi pilihan yang paling aman, meski kalah cepat dibanding sampan ‘bermotor tempel’.
Pancaroba Iklim
Memang, awal tahun ini (2024) sejumlah wilayah di Sumatera, dalam waktu nyaris bersamaan terpapar musibah banjir dan tanah longsor. Curah hujan yang tinggi, dan diluar dugaan menjadi penyebabnya.
Salah-satunya di Pelalawan – Riau. Seperti dilansir dari berbagai mediamassa lokal, banjir kali ini adalah dampak dari dibukanya pintu Waduk PLTA Koto Panjang yang berada di aliran Sungai Kampar – Kabupaten Kampar, Riau, yang bermuara di Kabupaten Pelalawan.
Sejumlah wilayah yang terdampak banjir meliputi Kecamatan Langgam, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kecamatan Bunut, Kecamatan Pelalawan dan Kecamatan Teluk Meranti. Dua tenaga ahli PT. CKL, yakni Dr. Dadan Mulyana dan Dr. I Wayan S Dharmawan, masing ahli ekologi IPB dan peneliti BRIN, mengomentari musibah dampak pancaroba iklim tersebut.
“Tidak habis pikir, sudah tahu lokasi itu menjadi langganan banjir, menagapa tidak ada antisipasi. Misalnya dengan membangun fly over atau memindahkan jalan di jalur yang aman,” ucap mereka dalam perjalanan itu.
***Riz***