Fenomena hujan lebat dan cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang musim kemarau 2022 merupakan salah satu indikasi dampak perubahan iklim. Banyak petani yang salah perhitungan musim tanam dan panen.
TAK cuma terjebak teka-teki pasar, petani juga kena prank perubahan iklim. Di kawasan Puncak Dua Bogor – Cianjur misalnya, banyak petani mengakui kecolongan dengan kejadian akhir-akhir ini. Berharap untung besar di satu komoditas, ternyata ‘buntung’. Malah komoditas lain yang ditinggalkan harganya ‘meroket’.
Yang tak kalah memilukan lagi ialah soal hitung-hitungan musim (cuaca). Kali ini petani kena prank. Kenyataan itu dialami oleh petani jahe, khususnya di sentra pertanian Desa Sukawangi dan Batulawang, Puncak Dua.
Selama beberapa tahun terakhir hitung-hitungan musim tanam petani selalu tepat. Mereka bertanam sekitar Oktober – Nopember, dengan harapan tersiram (hujan) mulai Desember hingga puncak hujan pada Januari – Pebruari. Lalu biasanya panen serentak pada Agustus – September, dimana cuaca relatif kering.
“Ada masa kemarau mulai Agustus hingga Oktober membuat kualitas jahe makin baik. Panennya pun lebih mudah, dan harga pada masa itu lumayan bagus,” ungkap Ahmad, petani jahe senior di Puncak Dua. Pola tanam petani tersebut biasanya diikuti oleh petani lainnya.
Namun siapa sangka, musim kemarau tahun ini diselingi huja lebat. Tak satupun petani jahe di Puncak Dua panen. Umbi (rimpang) yang sudah tua akhirnya mengeluarkan tunas muda. Bahkan beberapa diantaranya membusuk.
Dampak Perubahan Iklim
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut fenomena hujan lebat dan cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang musim kemarau 2022 merupakan salah satu indikasi dampak perubahan iklim.
“BMKG juga memprakirakan bahwa musim kemarau akan terjadi dengan sifat hujan di atas normal (kemarau basah) pada sebagian wilayah Indonesia, sekaligus menegaskan adanya penyimpangan iklim pada tahun 2022,” kata Dwikorita seperti dikutip sejumlah mediamassa beberapa waktu lalu.
Daerah-daerah yang masih mengalami musim hujan meliputi sebagian Sumatera bagian utara dan tengah, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian besar Kalimantan, sebagian Sulawesi bagian selatan, tengah dan utara, Maluku, Maluku utara, dan sebagian kecil Papua Barat. Lalu apa penyebabnya?
Dwikorita menuturkan kombinasi berbagai faktor alam menjadikan sebagian wilayah Indonesia tetap dilanda hujan lebat, bahkan mengalami cuaca ekstrem meski di waktu musim kemarau. Faktor alam tersebut, karena menghangatnya suhu muka laut (SML) Indonesia, masih aktifnya fenomena La Nina dan terjadinya fenomena iklim Indian Ocean Dipole (IOD) negatif.
***Riz***
No comment