Dr. Meti Ekayani: Peluang Bisnis di Aksi Mitigasi Sektor FOLU…

Sejumlah proyek carbon offset (bisnis) sudah dilakukan, dengan tujuan untuk membantu pembiayaan Penanggulangan deforestasi di wilaya/areal lain.

KABAR baik bagi pencari cuan. Seperti disampaikan oleh Dr. Meti Ekayani, S. Hut., M.Sc., F.Trop dari FEM IPB, bahwa ada peluang bisnis pada berbagai kegiatan terkait aksi mitigasi perubahan iklim. “Ini relevan bagi pemerintah, pelaku bisnis, investor, dan masyarakat umum yang peduli terhadap isu perubahan iklim dan Pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” jelas Meti.
Hal tersebut disampaikannya dalam kesempatan sebagai pemateri dalam kegiatan Pelatihan Penyusunan Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM) yang diikuti puluhan peserta dari berbagai instansi di Bogor, kemarin (Kamis 24/04).

“Misalnya Izin mngeluarkan limbah dan polutan. Ini bisa diperjualbelikan,” jelas Meti.

Interakatif

Belum separuh waktu materi disampaikan, sejumlah instruksi terjadi. Beberapa peserta training mengajukan pertanyaan. Pertanyaan pertama diajukan Ammar Taqiyyuddin, peserta yang hadir secara pribadi (bukan dari instansi). “Apa yang dimaksud dengan sertifikasi kompetensi dan bagaimana cara memperolehnya,” tanya Ammar.
Pemateri yang adalah Dosen FEM IPB itu langsung memberi penjelasan. “Sertifikasi kompetensi yang dimaksud, yaitu ketika permintaan kompetensi yang dibutuhkan cukup banyak, sehingga tiap-tiap perusahaan membutuhkan assesor di lapang yang kredibel,” jelas Meti.

Lebih jauh dijelaskannya, misalnya sertifikasi kompetensi ISO dan SPE (Sertifikasi kinerja Penurunan Emisi) atau misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh BNSP. Sertifikasi tersebut dapat diperoleh dengan mengikuti kelas atau kursus, lalu mengikuti uji kompetensi. Jika memenuhi syarat untuk lulus, maka sertifikasi kompetensi tersebut diberikan ke peserta secara perorangan,” papar Meti.

Penanya lainnya ialah Arie Muhardy, peserta dari CV. Manta Citra Alam Sari. Dia menyatakan bahwa terdapat 5 proyek carbon offsetting di Indonesia. “Apakah proyek ini sudah berjalan dan menghasilkan offset?”. Demikian, Arie bertanya.
spontan dijawab oleh Meti, bahwa proyek seperti itu sudah berjalan, namun belum menghasilkan offset. “Sektor kehutanan, gas, dan air belum menghasilkan offset. Sementara sektor energi sudah menghasilkan offset,” jelasnya.

Sudah Berjalan
Sejumlah proyek carbon offset (bisnis) sudah dilakukan, dengan tujuan untuk membantu pembiayaan penanggulangan deforestasi di wilaya/areal lain. Misalnya, Proyek Lahan Gambut Sumatera Merang, Proyek Keanekaragaman Hayati Rimba Raya, Proyek Konservasi Dan Restorasi Gambut Katingan Mentaya, Pengelolaan gas TPA Bantargebang dan Pembangkit Listrik Tenaga Air  (PLTA) Sipansihaporas 50 MW di Sumatera Utara.
Lalu bagaimana tata cara perdagangannya?
Merujuk pada PermenLHK No. 7 Tahun 2023, perdagangan karbon bertujuan untuk mengatur perdagangan karbon sektor kehutanan dalam rangka pencapaian target NDC sektor kehutanan.

“Di sektor kehutanan perdagangan karbon meliputi kegiatan pengurangan emisi GRK dan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon hutan,” tutur Meti.

Perdagangan karbon dan penerapan ESG (environmental, social, and governance) menjadi peluang bisnis yang relevan. Mengapa? Karena perdagangan karbon dan ESG memberikan nilai tambah ekonom idan mendorong Pembangunan berkelanjutan.

Peluang bisnis di sektor kehutanan dan lahan ini memiliki prioritas tindakan sesuai jangka pendek (sebelum 2025), jangka menengah (sebelum 2030), dan jangka Panjang (setelah 2030).

Ditambahkannya, bahwa peluang bisnis dalam aksi mitigasi perubahan iklim perlu mendahulukan perizinan kemudian memiliki business plan yang akan diverifikasi dan divalidasi oleh pemerintah.

“Pelaku bisnis perlu melakukan kerjasama dengan pemerintah, stakeholder terkait, dan masyarakat dalam usaha pencapaian mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” jelas Meti Ekayani. (AnaMika)

***Riz***

 

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *