PKSPL IPB gelar pelatihan penghitungan karbon biru di Pantai Pulau Pari – Kepulauan Seribu Jakarta. Memang, keindahan dan pelestarian ekosistem pesisir sesuatu yag tak terpisahkan.
BIBIR Pantai Perawan terasa sejuk, beda dengan suasana pantai pada umumnya yang terik. Pasirnya putih lembut, dan air laut pun bersih bening.
Panorama Pesisir Pulau Pari – Kepulauan Seribu Jakarta itu, memang menawan rasa.
Dilihat dari Pantai Perawan (nama sebuah lokasi di pulau tersebut), hutan mangrove tumbuh lebat, berkelompok seolah pulau-pulau kecil di perairan dangkal. Sejumlah bangunan di sekitarnya menjadi wahana; berupa saung-saung atau ayunan bertiang yang terendam disaat air laut pasang.
Namun ketika air surut, hamparan pasir putih makin terbentang luas, hingga ratusan meter ke arah Laut Jawa. Anak-anak dan orang dewasa terlihat seru berlarian di sisi perakaran mangrove dan pasir putih. Sesekali, agak jauh di tengah, terlihat kapal besar melintasi perairan Laut Jawa.
Kemarin (Kamis, 09/02), GI bersama rombongan Blue Carbon Accounting Training – Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) IPB mengunjungi tempat yang tak jauh dari Pantai Marina Ancol – Jakarta itu. Disinilah, cerita keindahan wisata dan kegiatan pelatihan karbon ‘menyatu’ di Pesisir Pulau Pari.
Menurut Dr. M. Arsyad Al Amin, pihak PKSPL IPB yang memimpin kegiatan pelatihan tersebut, tentang keindahan dan pelestarian ekosistem pesisir merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.
Belajar Sambil Rekreasi
Kunjungan ke Pulau Pari tersebut adalah sebagai rangkaian kegiatan pelatihan penghitungan karbon biru. Di pesisir Pantai Perawan peserta pelatihan mempraktekkan teknik plotting dan pengambilan sampel (mangrove dan sea grass) untuk selanjutnya dilakukan analisa serta penghitungan di laboratorium.
Puluhan peserta pelatihan kali ini berasal dari sejumlah instansi dari berbagai daerah, diantaranya dari PT. Chakra Giri Energi Indonesia, PT. Pupuk Kaltim, PT. Perencana Djaja, PT. Citra Mineral Investindo TBK, PT. Harfield Indonesia, PT. Kemakmuran Alam Sejahtera, Yayasan Carbon Ethics Indonesia, Conservation Strategy Fund, Universitas dan sebagainya.
“Sekarang kita belajar sambil berwisata,” ungkap M. Ridwan, Instruktur Karbon Mangrove dalam kegiatan tersebut. “Plotting dan sampling ini cukup mudah, berbiaya murah dan menyenangkan,” tutur Wawan, Ketua Yayasan Lamina (Lamun Indonesia) yang menjadi instruktur bidang karbon ekosistem lamun.
Jelang sore hari, usai praktek lapangan, dalam kondisi basah setengah badan dengan air laut, beberapa peserta menyeruput secangkir kopi panas di bawah rindangnya pandan laut dan pohon ketapang, atau teduhnya ketapang di bibir Pantai Perawan.
Sebagian lagi tampak menyantap mie instant dan menikmati hangatnya kuah kari sembari menatap pantai tak berombak bagai telaga. Angin sore pun terasa semilir menyenangkan.
***Riz***