Oleh: Agung Nugraha

Direktur Eksekutif Wana aksara Institute

“RHL harus ditempatkan sebagai bagian dari upaya yang lebih komprehensif yaitu pemulihan fungsi DAS.”

-Presiden Joko Widodo-

Tahun 2019 menjadi momentum perubahan. Presiden Jokowi telah menegaskan bahwa seluruh program pemerintah harus berbasis outcome. Maknanya jelas. Penjabarannya lugas.

Program pemerintah tidak boleh hanya bersifat normatif. Apalagi semata-mata bersifat administratif. Program Pemerintah harus benar-benar sampai kepada masyarakat. Bermanfaat secara riil dan konkrit.

RHL Berbasis Pemulihan DAS

Hari-hari belakangan di Bulan Desember 2019 ini, ungkapan Presiden Jokowi di atas sungguh sangat relevan. Harus menjadi pertimbangan utama. Bahwa rehabilitasi bukan lagi kegiatan bersifat asal dan parsial. Apalagi hanya ditempatkan dalam konteks kegiatan keproyekan. Dalam jangka waktu sesaat. Jangka pendek. Rehabilitasi harus dimaknai sebagai kegiatan besar dan strategis. Upaya pemulihan DAS. Karenanya harus bersifat sistemik dan holistik.

Presiden Jokowi sangat memahami pulihnya kompleksitas peran DAS bukan semata-mata terletak pada kembalinya fungsi teknis DAS. Hanya fungsi hidrologis saja. Dalam konteks DAS sebagai sebuah daratan, ia merupakan ajang setiap aktivitas manusia (Human activities) yang beragam dan kompleks. Tanpa kecuali.  Termasuk yang paling ekstrim dalam bentuk pemanfaatan hutan dan lahan. Yang seringkali memporak-porandakan ekosistem. Merusak habitat. Dalam bingkai pengembangan dan pembangunan.

Karena itu. Pulihnya fungsi DAS juga harus dilihat dalam konteks yang menyeluruh. Bukan hanya ekologi. Melainkan juga optimalnya peran DAS dalam memberikan manfaat sosial ekonomi. Baik bagi petani yang memanfaatkan hutan dan menggarap lahan. Termasuk juga warga masyarakat yang hidup di sepanjang aliran hulu – hilir sungai. Pendek kata semua makhluk hidup di seluruh wilayah catchment area.

Sangat jelas. Presiden Jokowi yang notabene adalah seorang rimbawan sepenuhnya mendukung. Bahkan memperkuat konsep gerakan pemulihan DAS. Secara terbuka Sang RI-1 menyatakan bahwa  rusaknya sebuah DAS adalah dampak dari kegiatan berbagai sektor. Konsekuensinya, pemulihan DAS harus melibatkan semua sektor terkait. Bergerak pada satu arah vektor yang sama. Dengan demikian terjadi sinergi. Bukan bertabrakan. Apalagi saling meniadakan.

Pemulihan DAS  Paradigma Baru RHL

Syahdan, ibarat kata.

Lima tahun baginda bertahta.

Belum juga ada perubahan nyata.

Tatkala Baginda Raja sudah bersabda.

Tidak ada cara lain bagi panglima dan punggawa.

Selain harus mewujudkan percepatan akan titahnya.

Ya. Presiden Joko Widodo meminta dengan sangat. Bahwa paradigma rehabilitasi harus diubah pendekatannya. Dengan sebuah ideologi yang mengusung nilai-nilai baru. Paradigma baru yang out of the box.

Paradigma baru terletak pada orientasi rehabilitasi DAS. Ke depan harus bersifat holistik. Karena itu, pendekatannya menggunakan pendekatan pemulihan DAS. Bukan semata rehabilitasi yang terbatas. Bagaimanapun DAS bersifat lintas batas. Wilayah maupun kewenangan. Maka kunci keberhasilannya adalah kemampuan membangun KISS. Koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi. Tentulah harus lintas sektoral (Yuliarto. 2019).

Ada berita baik dan buruknya. Berita baiknya. Presiden Jokowi bukan hanya berkata-kata. Apalagi mengada-ada. Presiden Jokowi justru langsung melakukan tindakan nyata. Walk the Talk. Melalui serangkaian instruksinya. Untuk memastikan agar gerakan rehabilitasi dalam kerangka pemulihan DAS benar – benar memberikan hasil nyata. Akuntabel, efisien dan efektif. Serta terukur (Hodoyo. 2019).

Berita buruknya. Bagi pejabat yang tidak serius. Apalagi masih main-main. Sang Presiden tak akan pernah ragu. Tentu untuk mencopot. Ini jelas sinyal buruk. Bagi mereka yang hanya mengandalkan pendekatan administratif semata (Ibid. 2019). Dalam konteks ini Hudoyo selaku Plt. Dirjen PDAS & Hutan Lindung tampaknya satu pemikiran. Tegak lurus. Bukan hanya dengan Menteri KLHK Siti Nurbaya. Namun juga dengan Sang RI-1.

Karena itu. Wajib bagi seluruh Kepala BPDAS selaku ujung tombak pelaksana kegiatan rehabilitasi berbasis pemulihan DAS di lapangan. Mempertimbangkan lima aspek utama yang diinstruksikan Presiden Jokowi.

Pertama. Secara lokus. Upaya rehabilitasi harus didasari kepastian lokasi. Kepastian tersebut harus merupakan hasil serangkaian prioritas penapisan. Mulai dari  DTA dari dam atau bendungan (65 dam prioritas), daerah rawan bencana hidrologi (longsor, banjir), serta DAS dan danau yang sangat prioritas dan mendesak untuk direhabilitasi. Efisiensi dana yang terbatas adalah output dari mekanisme penapisan ini. Demikian pula target signifikansi dampaknya.

Kedua. Akuntabilitas dan transparansi ditegakkan sejak awal. Mulai perencanaan sudah terbuka dan multipihak. Melalui pemanfaatan teknologi informasi. Setiap polygon areal rehabilitasi di seluruh Indonesia akan dapat dimonitor. Serta diverifikasi menggunakan android. Oleh siapa saja. Kapan saja. Pun dimana saja. Sepanjang ada sinyal. Dan tentulah tersedia quota.  Dengan demikian penggunaan APBN untuk RHL benar-benar transparan. Akuntabel. Seraya mencegah kegiatan fiktif. Tidak ada lagi praktek koruptif.

Ketiga. Untuk menghasilkan tegakan hutan. Tidak boleh berhenti pada penanaman. Presiden mendukung kegiatan pemeliharan pasca penanaman mendapat porsi besar. Demikian juga pengawasan oleh pihak independen. Sejak perencanaan hingga evaluasi.

Keempat. Dukungan tidak boleh setengah-setengah. Kegiatan harus bersifat multiyears. Perencanaan tahun 2019 dilakukan tahun 2018. Pelaksanaan tahun 2019 diikuti pemeliharaan tahun 2020 dan 2021.

Penutup

Keberhasilan gerakan pemulihan DAS memegang peran yang sangat penting. Bukan saja dalam konteks  capain pembangunan kehutanan. Melainkan juga dalam konteks capaian kinerja KLHK, khususnya pemulihan lingkungan. Saat ini. Porsi terbesar anggaran KLHK ada pada Ditjen PDAS & Hutan Lindung.

Tepat sekali kiranya bila Peringatan Gerakan Nasional Pemulihan DAS di Desa Oro-Oro Ombo, Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Pada 5 Desember 2019 lalu. Bertemakan “Pulihkan Lahan Membangun Masa Depan.”

Sama sekali tidaklah berlebihan. Bahwa memulihkan fungsi DAS sama artinya dengan memulihkan peradaban. Itu tidak lagi terbantahkan. Hanya di Daerah Aliran Sungai yang sehatlah sumber air, pangan dan energi akan mengalir deras. Menjadi sumber urat nadi kehidupan serta cikal bakal sekaligus keberlanjutan peradaban komunitas. Secara lintas generasi.

Maka, sungguh membahagiankan hati. Tatkala kegiatan peringatan GN-PDAS 2019 usai. Hujan lebat pun tumpah dari langit. Tampaknya curahan sakral doa para penanam kebaikan memperoleh jawaban. Tunai. Lagi-lagi  tercurah dari Langit. Semoga ***